#NulisRandom2017 Day 10: Coass Life (Part 8 - END): Kamera di Siklus THT, Melihat Pantai Indah Kapuk dari Sisi Berbeda di Siklus IKM dan Terakhir di Sukabumi di Siklus Anestesi
Bagian terakhir dari cerita kehidupan saya di kepaniteraan. Sebenarnya setelah ini rencananya akan memasukkan entri tambahan mengenai wisata kuliner di Sukabumi, tapi karena tidak ada hubungannya dengan kepaniteraan (dan terlalu panjang juga nanti entrinya), jadi di hari berikutnya saja, ya.
THT
Telinga, hidung, dan tenggorokan. Ilmu yang mempelajari tentang "lubang-lubang kecil", katanya. Saya mendapat siklus ini di rumah sakit pendidikan utama saya. Kegiatan di siklus ini cukup santai, masuk jam 8 dan menunggu poli dimulai sekitar jam 9 atau 10, lalu kemudian pulang antara jam 12 hingga jam 2. Kadang bisa ada kegiatan ilmiah sebelum jam 8, atau ada operasi di sore hari.
Hal yang menarik di THT adalah karena memeriksa "lubang-lubang kecil", maka pada beberapa kasus, dapat dimasukkan semacam alat dengan kamera ke dalam lubang telinga, hidung, maupun mulut pasien. Kamera itu disambungkan ke layar TV, jadi kita bisa melihat lebih jelas kondisi dalam lubang tersebut.
Yang saya suka juga, ada beberapa kasus yang langsung terlihat perubahannya sebelum kamera masuk dan sesudah kamera dikeluarkan. Misalnya, paling sederhana saja, deh. Ada pasien yang lubang telinganya penuh dengan kotoran yang mengeras. Setelah diambil kotorannya dengan teknik irigasi, rasanya langsung lebih lega. Atau, ada pasien dengan radang pada sinus. Setelah dilakukan "pembakaran", rasanya hidung langsung lebih lega.
IKM
Atau ilmu kesehatan masyarakat. Ini siklus mayor terakhir saya. Pada periode junior, kami ditugaskan membuat sebuah proyek yang melibatkan sekolah-sekolah. Sedangkan pada senior, kami disebarkan di beberapa Puskesmas.Selain proyek, pada periode junior kami juga menghadiri kuliah-kuliah. Rasanya cukup nostalgia, mengingat kembali seperti pada zaman preklinik dulu.
Nah, di siklus IKM ini juga cukup tak terlupakan. Hal yang paling menarik saat saya junior adalah saat saya mengunjungi salah satu sekolah sendirian. Koas lain sedang ada acara saat itu sehingga hanya saya sendiri saja yang ke sekolah itu. Saya diminta untuk mempresentasikan makalah mengenai daur ulang sampah. Sekolah itu, meskipun akses cukup sulit dan jalan depannya tak terlalu luas, ternyata adalah semacam sekolah nasional plus yang memakai bahasa Inggris sebagai bahasa kedua. Murid-muridnya cukup antusias dan lucu-lucu, apalagi saat dibantu dibawakan oleh guru mereka yang bersemangat mengajar. Mengajar anak-anak SD memang tak mudah ternyata.
Saat saya senior, saya ditugaskan di sebuah Puskesmas di kawasan yang tak jauh dari Pantai Indah Kapuk. Seperti bayangan orang-orang kelas menengah pada umumnya, Pantai Indah Kapuk adalah salah satu pusat wisata kuliner di Jakarta dengan harga makanan di restorannya rata-rata tidaklah murah, dan cukup banyak perumahan kelas atas di situ. Namun, di Puskesmas ini saya melihat hal berbeda. Puskesmasnya sendiri sebenarnya dari akses jalan raya dari Pantai Indah Kapuk agak jauh, namun kalau diperhatikan di peta, sebenarnya masih dalam satu kelurahan. Di Puskesmas, saya bertugas di poli umum, poli KIA, dan apotik secara bergantian. Namun, pengalaman yang menarik justru terjadi saat kunjungan luar Puskesmas.
Pengalaman tak terlupakan adalah saat saya mengunjungi Kampung Nelayan, yang sempat cukup dibicarakan saat ada berita tentang reklamasi beberapa waktu lalu. Kampung Nelayan ini berada tak jauh dari Puskesmas, hanya beberapa ratus meter. Dari Kampung Nelayan ini, kita bisa melihat dengan sangat jelas pulau buatan yang dibicarakan di berita tentang reklamasi, dan juga kawasan Pantai Indah Kapuk, tepatnya gedung-gedung seperti Tzu Chi Center maupun PIK Avenue. Terpisah oleh laut dan jaraknya cukup dekat. Di Kampung Nelayan, kami awalnya berencana mengikuti program pemberantasan sarang nyamuk, tapi akhirnya menjadi sosialisasi tentang BPJS. Kemudian dilanjutkan dengan ramah tamah di salah satu rumah. Oh, ya, Kampung Nelayan ini rumah-rumahnya terbuat dari kayu dan dibuat seperti rumah panggung di atas laut. Jalan utama Kampung Nelayan ini cukup sempit, hanya bisa dilalui motor. Cukup sederhana, namun saya melihat keakraban di sana. Ramah tamahnya berupa makan-makan, makanan berupa hidangan laut yang sangat segar tersaji di sana. Saya yang biasanya alergi hidangan laut terutama yang tidak segar saja tidak merasakan alergi di situ, sehingga saya tahu hidangannya sangat fresh. Berkumpul dan bercengkrama di rumah warga sambil menikmati makanan, membuat kesan tidak terlupakan.
Ada lagi cerita saat saya mengunjungi Posyandu di kawasan Elang Laut. Di mata saya sebagai pecinta kuliner, sebelumnya saya mengenali Elang Laut sebagai "PIK kedua", karena ada pusat kuliner baru di situ. Ternyata, di belakang kawasan kuliner itulah Posyandu berada. Posyandunya sendiri memang lebih bagus dibanding Posyandu lain, dan terletak di jalan yang banyak pabrik-pabriknya. Tak jauh dari situ, saat saya kembali ke Puskesmas dari Posyandu pun, saya melihat deretan rumah mewah di dekat kawasan Elang Laut, dan dari situ saya merasa selama ini pun ketimpangan sosial memang benar-benar ada.
Satu lagi cerita saat saya senior. Jadi, sebelum ditugaskan di Puskesmas di kawasan dekat PIK itu, selama seminggu pertama saya ditugaskan di Puskesmas di daerah Teluk Gong. Nah, jika biasanya selama seminggu itu kami bergantian bertugas di poli-poli, pada saat itu kami para koas diminta membantu petugas Puskesmas di program Ketuk Pintu Layani dengan Hati (KPLDH). KPLDH dilakukan di kawasan padat penduduk di daerah yang tak terlalu jauh dari Puskesmas. Untuk pertama kalinya saat itu, saya mengunjungi kawasan padat penduduk yang biasanya hanya saya lihat di berita-berita. Dimana pendapatannya tak jarang yang di bawah UMR, maupun satu rumah sempit tapi tinggal beramai-ramai. Tak sedikit yang merupakan pendatang. Tugas kami di situ adalah melakukan pendataan dan screening kesehatan berupa tekanan darah, berat badan, dan sebagainya. Ada beberapa yang memang melakukan penolakan, namun tak sedikit juga yang menerima. Pengalaman yang cukup mengesankan, dan membuat saya belajar untuk lebih bersyukur. Rasanya saat di situ, sepintas terlintas keinginan saya menjadi jurnalis dimana dulu saya cukup tertarik.
Pengalaman unik di sini adalah karena saat itu berdekatan dengan putaran pertama Pilkada DKI, jadi ada yang mengira kegiatan ini dilakukan oleh oknum politik tertentu. Dan sepanjang saya melihat, baik di KPLDH maupun Kampung Nelayan, memang cukup banyak atribut pasangan-pasangan calon gubernur dan wakil gubernur saat itu yang dipasang.
Anestesi
Siklus terakhir saya, dan saya kembali ke Sukabumi. Kabarnya siklus ini di Sukabumi cukup sibuk, karenanya saya memutuskan untuk kos di tempat kosan saat saya siklus anak. Ya, yang memiliki pemandangan yang sangat indah dan ada restorannya itu, sehingga saya tidak perlu repot membeli makanan dan bisa bersantai sejenak menikmati pemandangan gunung berkabut di sekeliling kos.
Ternyata memang benar, dibanding siklus lain di sini memang Anestesi terhitung sibuk. Setiap hari kami masuk sekitar jam 8 pagi dan pulang paling cepat jam 2 siang, namun lebih sering di atas jam itu, sekitar jam 4-5 sore. Jam 5 sore kami kembali ke rumah sakit untuk melakukan follow-up pasien yang akan dioperasi keesokan harinya, lalu melaporkan ke dokter jaga. Kira-kira jam 7 atau 8 malam kami baru bisa pulang.
Keputusan saya memilih kos itu memang tidak salah. Meskipun saat itu restoran yang tadinya di lantai terbawah sudah dipindah ke lantai teratas (dimana dulunya hanya berupa teras untuk menjemur baju), sehingga pada pagi hari jam setengah enam, restoran masih tutup dan tak bisa menikmati pemandangan pagi lagi. Saat operasi selesai sebelum jam 5 sore dan masih ada waktu sekitar 1 atau 1,5 jam, saya kembali ke kos, lalu memotong buah dan menikmatinya di restoran sambil melihat pemandangan gunung di sekeliling. Memang tak seindah pemandangan yang saya lihat pagi itu, namun cukup memberi efek menenangkan untuk saya. Kadang, kalau ada gerimis, gunungnya juga penuh dengan kabut. Dan jika saya baru sempat untuk ke restoran malam hari, saya bisa melihat pemandangan lampu-lampu malam dari Sukabumi.
Karena siklus terakhir, maka di siklus ini saya sudah dihantui liburan, apalagi di minggu-minggu terakhir, dimana setelah siklus ini saya akan libur selama kurang lebih 1 bulan. Libur terlama saya sejak masuk kepaniteraan.
Sekian dulu entri ini, sampai jumpa besok.
THT
Telinga, hidung, dan tenggorokan. Ilmu yang mempelajari tentang "lubang-lubang kecil", katanya. Saya mendapat siklus ini di rumah sakit pendidikan utama saya. Kegiatan di siklus ini cukup santai, masuk jam 8 dan menunggu poli dimulai sekitar jam 9 atau 10, lalu kemudian pulang antara jam 12 hingga jam 2. Kadang bisa ada kegiatan ilmiah sebelum jam 8, atau ada operasi di sore hari.
Hal yang menarik di THT adalah karena memeriksa "lubang-lubang kecil", maka pada beberapa kasus, dapat dimasukkan semacam alat dengan kamera ke dalam lubang telinga, hidung, maupun mulut pasien. Kamera itu disambungkan ke layar TV, jadi kita bisa melihat lebih jelas kondisi dalam lubang tersebut.
Yang saya suka juga, ada beberapa kasus yang langsung terlihat perubahannya sebelum kamera masuk dan sesudah kamera dikeluarkan. Misalnya, paling sederhana saja, deh. Ada pasien yang lubang telinganya penuh dengan kotoran yang mengeras. Setelah diambil kotorannya dengan teknik irigasi, rasanya langsung lebih lega. Atau, ada pasien dengan radang pada sinus. Setelah dilakukan "pembakaran", rasanya hidung langsung lebih lega.
IKM
Atau ilmu kesehatan masyarakat. Ini siklus mayor terakhir saya. Pada periode junior, kami ditugaskan membuat sebuah proyek yang melibatkan sekolah-sekolah. Sedangkan pada senior, kami disebarkan di beberapa Puskesmas.Selain proyek, pada periode junior kami juga menghadiri kuliah-kuliah. Rasanya cukup nostalgia, mengingat kembali seperti pada zaman preklinik dulu.
Nah, di siklus IKM ini juga cukup tak terlupakan. Hal yang paling menarik saat saya junior adalah saat saya mengunjungi salah satu sekolah sendirian. Koas lain sedang ada acara saat itu sehingga hanya saya sendiri saja yang ke sekolah itu. Saya diminta untuk mempresentasikan makalah mengenai daur ulang sampah. Sekolah itu, meskipun akses cukup sulit dan jalan depannya tak terlalu luas, ternyata adalah semacam sekolah nasional plus yang memakai bahasa Inggris sebagai bahasa kedua. Murid-muridnya cukup antusias dan lucu-lucu, apalagi saat dibantu dibawakan oleh guru mereka yang bersemangat mengajar. Mengajar anak-anak SD memang tak mudah ternyata.
Saat saya senior, saya ditugaskan di sebuah Puskesmas di kawasan yang tak jauh dari Pantai Indah Kapuk. Seperti bayangan orang-orang kelas menengah pada umumnya, Pantai Indah Kapuk adalah salah satu pusat wisata kuliner di Jakarta dengan harga makanan di restorannya rata-rata tidaklah murah, dan cukup banyak perumahan kelas atas di situ. Namun, di Puskesmas ini saya melihat hal berbeda. Puskesmasnya sendiri sebenarnya dari akses jalan raya dari Pantai Indah Kapuk agak jauh, namun kalau diperhatikan di peta, sebenarnya masih dalam satu kelurahan. Di Puskesmas, saya bertugas di poli umum, poli KIA, dan apotik secara bergantian. Namun, pengalaman yang menarik justru terjadi saat kunjungan luar Puskesmas.
Pengalaman tak terlupakan adalah saat saya mengunjungi Kampung Nelayan, yang sempat cukup dibicarakan saat ada berita tentang reklamasi beberapa waktu lalu. Kampung Nelayan ini berada tak jauh dari Puskesmas, hanya beberapa ratus meter. Dari Kampung Nelayan ini, kita bisa melihat dengan sangat jelas pulau buatan yang dibicarakan di berita tentang reklamasi, dan juga kawasan Pantai Indah Kapuk, tepatnya gedung-gedung seperti Tzu Chi Center maupun PIK Avenue. Terpisah oleh laut dan jaraknya cukup dekat. Di Kampung Nelayan, kami awalnya berencana mengikuti program pemberantasan sarang nyamuk, tapi akhirnya menjadi sosialisasi tentang BPJS. Kemudian dilanjutkan dengan ramah tamah di salah satu rumah. Oh, ya, Kampung Nelayan ini rumah-rumahnya terbuat dari kayu dan dibuat seperti rumah panggung di atas laut. Jalan utama Kampung Nelayan ini cukup sempit, hanya bisa dilalui motor. Cukup sederhana, namun saya melihat keakraban di sana. Ramah tamahnya berupa makan-makan, makanan berupa hidangan laut yang sangat segar tersaji di sana. Saya yang biasanya alergi hidangan laut terutama yang tidak segar saja tidak merasakan alergi di situ, sehingga saya tahu hidangannya sangat fresh. Berkumpul dan bercengkrama di rumah warga sambil menikmati makanan, membuat kesan tidak terlupakan.
Ada lagi cerita saat saya mengunjungi Posyandu di kawasan Elang Laut. Di mata saya sebagai pecinta kuliner, sebelumnya saya mengenali Elang Laut sebagai "PIK kedua", karena ada pusat kuliner baru di situ. Ternyata, di belakang kawasan kuliner itulah Posyandu berada. Posyandunya sendiri memang lebih bagus dibanding Posyandu lain, dan terletak di jalan yang banyak pabrik-pabriknya. Tak jauh dari situ, saat saya kembali ke Puskesmas dari Posyandu pun, saya melihat deretan rumah mewah di dekat kawasan Elang Laut, dan dari situ saya merasa selama ini pun ketimpangan sosial memang benar-benar ada.
Satu lagi cerita saat saya senior. Jadi, sebelum ditugaskan di Puskesmas di kawasan dekat PIK itu, selama seminggu pertama saya ditugaskan di Puskesmas di daerah Teluk Gong. Nah, jika biasanya selama seminggu itu kami bergantian bertugas di poli-poli, pada saat itu kami para koas diminta membantu petugas Puskesmas di program Ketuk Pintu Layani dengan Hati (KPLDH). KPLDH dilakukan di kawasan padat penduduk di daerah yang tak terlalu jauh dari Puskesmas. Untuk pertama kalinya saat itu, saya mengunjungi kawasan padat penduduk yang biasanya hanya saya lihat di berita-berita. Dimana pendapatannya tak jarang yang di bawah UMR, maupun satu rumah sempit tapi tinggal beramai-ramai. Tak sedikit yang merupakan pendatang. Tugas kami di situ adalah melakukan pendataan dan screening kesehatan berupa tekanan darah, berat badan, dan sebagainya. Ada beberapa yang memang melakukan penolakan, namun tak sedikit juga yang menerima. Pengalaman yang cukup mengesankan, dan membuat saya belajar untuk lebih bersyukur. Rasanya saat di situ, sepintas terlintas keinginan saya menjadi jurnalis dimana dulu saya cukup tertarik.
Pengalaman unik di sini adalah karena saat itu berdekatan dengan putaran pertama Pilkada DKI, jadi ada yang mengira kegiatan ini dilakukan oleh oknum politik tertentu. Dan sepanjang saya melihat, baik di KPLDH maupun Kampung Nelayan, memang cukup banyak atribut pasangan-pasangan calon gubernur dan wakil gubernur saat itu yang dipasang.
Anestesi
Siklus terakhir saya, dan saya kembali ke Sukabumi. Kabarnya siklus ini di Sukabumi cukup sibuk, karenanya saya memutuskan untuk kos di tempat kosan saat saya siklus anak. Ya, yang memiliki pemandangan yang sangat indah dan ada restorannya itu, sehingga saya tidak perlu repot membeli makanan dan bisa bersantai sejenak menikmati pemandangan gunung berkabut di sekeliling kos.
Ternyata memang benar, dibanding siklus lain di sini memang Anestesi terhitung sibuk. Setiap hari kami masuk sekitar jam 8 pagi dan pulang paling cepat jam 2 siang, namun lebih sering di atas jam itu, sekitar jam 4-5 sore. Jam 5 sore kami kembali ke rumah sakit untuk melakukan follow-up pasien yang akan dioperasi keesokan harinya, lalu melaporkan ke dokter jaga. Kira-kira jam 7 atau 8 malam kami baru bisa pulang.
Keputusan saya memilih kos itu memang tidak salah. Meskipun saat itu restoran yang tadinya di lantai terbawah sudah dipindah ke lantai teratas (dimana dulunya hanya berupa teras untuk menjemur baju), sehingga pada pagi hari jam setengah enam, restoran masih tutup dan tak bisa menikmati pemandangan pagi lagi. Saat operasi selesai sebelum jam 5 sore dan masih ada waktu sekitar 1 atau 1,5 jam, saya kembali ke kos, lalu memotong buah dan menikmatinya di restoran sambil melihat pemandangan gunung di sekeliling. Memang tak seindah pemandangan yang saya lihat pagi itu, namun cukup memberi efek menenangkan untuk saya. Kadang, kalau ada gerimis, gunungnya juga penuh dengan kabut. Dan jika saya baru sempat untuk ke restoran malam hari, saya bisa melihat pemandangan lampu-lampu malam dari Sukabumi.
Karena siklus terakhir, maka di siklus ini saya sudah dihantui liburan, apalagi di minggu-minggu terakhir, dimana setelah siklus ini saya akan libur selama kurang lebih 1 bulan. Libur terlama saya sejak masuk kepaniteraan.
Sekian dulu entri ini, sampai jumpa besok.
Komentar