Langsung ke konten utama

A Trip to China (7)-White Piano

Seperti biasa pada pagi hari kami bangun dan sarapan di hotel. Setelah itu bus menuju danau Xiwu. Di sana kami berkeliling menggunakan perahu. Pemandangan di sana indah walau udaranya cukup dingin. Ada pemandangan danau dengan latar belakang pagoda dan juga dengan latar belakang kota. Ada juga 2 jembatan yang katanya terlihat patah saat musim dingin.
Setelah berkeliling danau, kami menuju bus. Perjalanan menuju bus diwarnai pemandangan sangat indah di sebelah kiri maupun kanan. Naik bus, kami menuju kebun teh dan minum teh hijau kualitas A (kedua terbaik) dan kualitas Raja (terbaik, dimana Kaisar sering menggunakan teh kualitas ini untuk menjamu tamunya). Ternyata uap teh hijau sangat bagus untuk mata karena ada vitamin A di dalamnya. Kami juga mengetahui bahwa untuk membuat daun teh kering harus digoreng terlebih dahulu, dan digoreng dengan tangan. Jadi yang menggoreng harus benar-benar terlatih dan punya "tenaga dalam".
Pulang dari sana, kami makan siang di Banana Leaf, restoran masakan Thailand. Kami harus buru-buru karena perjalanan dari Suzhou ke bandara Pudong, Shanghai memakan waktu 3 jam. Untungnya kami keburu waktu, bahkan amat sangat kelebihan waktu, karena pesawat tiba-tiba mati listrik saat akan berangkat jadi di-delay 2 jam. Akhirnya saya menghabiskan waktu tersebut dengan (lagi-lagi) mengarang novel.
Pesawat akhirnya sampai di bandara Shenzen hampir jam 12 malam. Di sana kami ditemani tour guide baru lagi. Berbeda dengan 2 tour guide sebelumnya, tour guide ini orangtuanya keturunan Indonesia.
Kami makan malam (atau makan tengah malam?) di restoran King Steak di seberang hotel. Walau namanya 'steak', tapi disajikan makanan Chinese food. Makanan di sini menurut saya memang tak terlalu enak, karena mungkin bukan keahliannya memasak Chinese food. Tapi daya tarik bagi saya dari restoran ini, yang paling tak saya lupakan, adalah adanya grand piano putih di restoran tersebut! Memang, piano putih terkesan lebih elegan dibandingkan piano hitam; walau restoran itu biasa saja, tapi karena adanya piano putih itu, kesannya jadi berbeda. Ingin rasanya saya memainkannya, tapi pasti nanti dimarahi karena bermain piano tengah malam. X3
Setelah makan tengah malam itu, kami kembali ke hotel. Hotel terakhir ini ruangannya paling kecil dibandingkan hotel-hotel sebelumnya, namun tetap saja cukup nyaman.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Shii

Setelah melihat blog ini dari awal sampai akhir saya baru menyadari bahwa belum ada entri yang menampilkan tentang profil saya kecuali yang ada di bagian profil. (Buset telat amat nyadarnya!!!) Karenanya saya akan menuliskan entri ini, yah walaupun amat sangat super duper hyper telat sekali banget (ada kata-kata lain yang lebih lebay?) saya akan memperkenalkan secara singkat, siapa sih Shii itu? Shii (atau yang di dunia nyata lebih dikenal dengan sebutan *****-nama disensor-) adalah manusia yang merasa dirinya alien atau sekurang-kurangnya, anak indigo, lah... *untuk yang terakhir ini saya sendiri tidak tahu pasti kebenarannya, jangan-jangan benar anak indigo?* Jika kalian melihat ada seseorang yang dianggap aneh atau merasa dirinya aneh di sekitar kalian, kemungkinan itu adalah Shii. Nama Shii diambil dari nama aslinya yaitu *******. Shii baginya dianggap nama yang simpel namun punya banyak arti. Nama Shii itu sendiri tercetus tidak sengaja ketika sedang melamun di kamarnya pada suatu

Tes Masuk Atmajaya (1)

Daripada freak dengan bilang "saya ikut tes masuk universitas berinisial A" yang sok-sokan disensor, mending saya langsung beberkan saja nama universitasnya, ya... Jadi, pada tanggal 21 November yang lalu, dengan merelakan batalnya photo session dan tidak hadirnya saya ke UNJ (dimana semua forum yang saya ikuti mengadakan gath disana) juga kerja kelompok sekolah, saya mengikuti tes masuk universitas yang punya 2 tempat (satu di sebelah Plaza Semanggi dan satunya lagi di seberang Emporium Pluit) selain di Jogjakarta ini. Karena dalam pikiran saya sudah penuh dengan kata-kata seperti "Kalo ga lulus tes ini, kamu ga bisa ikut bonenkai di RRI tanggal 12 Desember karena harus ikut tes FKG Trisakti" maka saya memutuskan agar meluluskan tes ini. Lagipula, saya sudah punya tekad, kalau saya diterima di suatu universitas, saya akan menjadi anggota klub jejepangan di sana dan menjadi panitia J-event. Dulu Atmajaya pernah mengadakan J-event, jadi tugas saya adalah menghidupkan

Junjou Romantica (Season 1 dan 2)

Sepertinya sudah lumayan lama saya tidak me-review anime, dan sekarang saya kembali akan me-review sebuah anime, kali ini dari genre yaoi/boy's love (BL). Anime ini memang sudah lama (sekitar 2-3 tahun lalu), tapi saya baru menontonnya akhir-akhir ini karena baru sempat mendownload, dan juga saya baru mengenal yaoi sejak pertengahan 2008. Walau temanya yaoi, tapi menurut saya tak ditampilkan terlalu eksplisit seperti halnya anime yaoi pada umumnya. Jadi, yah... cocok untuk segala kalangan, asalkan tidak keberatan dengan tema BL, tentu saja. Cerita dari anime ini berpusat pada 3 pasangan utama yang saling berkaitan satu sama lain, yakni: 1. Junjou Romantica: Misaki Takahashi (mahasiswa tingkat pertama universitas Mitsuhashi jurusan ekonomi) dan Usami Akihiko (penulis novel yang terkenal, memenangkan penghargaan, namun sangat disayangkan (?) beberapa karya novelnya bertemakan BL). Misaki mendapatkan nilai yang jelek saat persiapan tes masuk Universitas Mitsuhashi, jadi Takahiro, kaka