Langsung ke konten utama

Live In (5): Parangtritis Beach

Hari Jumat telah tiba, dan hari ini saya diajak pergi oleh ibu angkat saya di desa ke pantai paling terkenal di Jogjakarta yaitu Pantai Parangtritis. Saya pergi bersama teman serumah saya dan juga 2 orang teman kami yang berada di rumah lain menggunakan 4 buah motor. Mulanya, kami mengira bahwa kami tidak boleh berjalan-jalan ke luar desa begini, apalagi perginya ke tempat wisata. Namun, kemudian kami bertanya pada guru pembimbing kami, dan mereka mengatakan bahwa sebenarnya kami boleh pergi ke tempat wisata, kalau orangtua angkat kami yang mengajak.
Pantai Parangtritis ternyata jauh lebih indah daripada Pantai Waru. Di Pantai Waru, ombaknya sangat besar dan pantainya juga terjal sehingga kami tak boleh dekat-dekat ke laut. Sebaliknya di Parangtritis, walau ombaknya juga besar (ibu angkat kami mengatakan kalau dari pantai ini, daratan yang terdekat adalah Australia), tapi pantainya lebih landai sehingga kami boleh bermain di laut (tentu saja tidak boleh terlalu jauh ke laut atau kami akan ditelan ombak yang besar itu). Pantai ini juga berbatasan dengan pegunungan sehingga menghasilkan suatu kombinasi yang sangat indah, dan di pertengahan pantai ada semacam aliran air yang dangkal, yang saya kira merupakan hilir sungai.
Di pantai ini banyak terdapat delman yang dapat membawa kita berkeliling pantai. Sayangnya harga yang ditawarkan cukup mahal, Rp 20.000,00 untuk setengah pantai, bolak-balik. Untuk bolak-balik sepanjang pantai, kami harus membayar Rp 40.000,00. Menurut teman yang sudah pernah ke sana, di ujung pantai di dekat pegunungan ada air terjun. Sayang, kami tak sempat melihat air terjun itu.
Ada pengalaman menarik yang saya dapatkan ketika saya sedang naik delman untuk kembali dari pertengahan pantai menuju tempat asal kami berangkat. Air laut pasang ketika itu, sedangkan kuda delman masih berada di tengah lautan, jadi kuda itu diam saja dan tidak mau berjalan. Kami sempat cemas akan terbawa arus laut, untungnya hal itu tak terjadi.
Pulang dari sana, kami mandi, dan setelah itu kami makan. Lalu setelah itu kami bersama-sama menuju rumah teman kami yang kemarin. Ternyata saat itu mereka sedang membuat susu kacang untuk dijual keliling. Kami kemudian membantu mereka menuangkan susu kacang ke dalam kantung plastik kecil, dan juga membantu mereka membuat pisang bakar. Kemudian kami juga ikut berkeliling kampung untuk menjual susu kacang dan pisang bakar itu. Tak diduga ternyata semua dagangan itu laku terjual.
Kami sempat mampir sebentar di rumah kepala desa, dan di sana saya membeli taplak meja batik yang dijual oleh ibu kepala desa. Di sana, guru pembimbing saya yang notabene juga ada di sana memberitahukan kepada kami bahwa hari Sabtu pukul 1 siang kami diminta untuk berkumpul di depan rumah kepala desa untuk bersama-sama ke Sanggar Giri Gino Guno naik sepur mini.
Tak terasa hari sudah sore, dan kami pun pulang ke rumah kami selama kami di desa. Kami mandi, makan malam, dilanjutkan dengan menonton TV, dan tidur.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Shii

Setelah melihat blog ini dari awal sampai akhir saya baru menyadari bahwa belum ada entri yang menampilkan tentang profil saya kecuali yang ada di bagian profil. (Buset telat amat nyadarnya!!!) Karenanya saya akan menuliskan entri ini, yah walaupun amat sangat super duper hyper telat sekali banget (ada kata-kata lain yang lebih lebay?) saya akan memperkenalkan secara singkat, siapa sih Shii itu? Shii (atau yang di dunia nyata lebih dikenal dengan sebutan *****-nama disensor-) adalah manusia yang merasa dirinya alien atau sekurang-kurangnya, anak indigo, lah... *untuk yang terakhir ini saya sendiri tidak tahu pasti kebenarannya, jangan-jangan benar anak indigo?* Jika kalian melihat ada seseorang yang dianggap aneh atau merasa dirinya aneh di sekitar kalian, kemungkinan itu adalah Shii. Nama Shii diambil dari nama aslinya yaitu *******. Shii baginya dianggap nama yang simpel namun punya banyak arti. Nama Shii itu sendiri tercetus tidak sengaja ketika sedang melamun di kamarnya pada suatu

Tes Masuk Atmajaya (1)

Daripada freak dengan bilang "saya ikut tes masuk universitas berinisial A" yang sok-sokan disensor, mending saya langsung beberkan saja nama universitasnya, ya... Jadi, pada tanggal 21 November yang lalu, dengan merelakan batalnya photo session dan tidak hadirnya saya ke UNJ (dimana semua forum yang saya ikuti mengadakan gath disana) juga kerja kelompok sekolah, saya mengikuti tes masuk universitas yang punya 2 tempat (satu di sebelah Plaza Semanggi dan satunya lagi di seberang Emporium Pluit) selain di Jogjakarta ini. Karena dalam pikiran saya sudah penuh dengan kata-kata seperti "Kalo ga lulus tes ini, kamu ga bisa ikut bonenkai di RRI tanggal 12 Desember karena harus ikut tes FKG Trisakti" maka saya memutuskan agar meluluskan tes ini. Lagipula, saya sudah punya tekad, kalau saya diterima di suatu universitas, saya akan menjadi anggota klub jejepangan di sana dan menjadi panitia J-event. Dulu Atmajaya pernah mengadakan J-event, jadi tugas saya adalah menghidupkan

Junjou Romantica (Season 1 dan 2)

Sepertinya sudah lumayan lama saya tidak me-review anime, dan sekarang saya kembali akan me-review sebuah anime, kali ini dari genre yaoi/boy's love (BL). Anime ini memang sudah lama (sekitar 2-3 tahun lalu), tapi saya baru menontonnya akhir-akhir ini karena baru sempat mendownload, dan juga saya baru mengenal yaoi sejak pertengahan 2008. Walau temanya yaoi, tapi menurut saya tak ditampilkan terlalu eksplisit seperti halnya anime yaoi pada umumnya. Jadi, yah... cocok untuk segala kalangan, asalkan tidak keberatan dengan tema BL, tentu saja. Cerita dari anime ini berpusat pada 3 pasangan utama yang saling berkaitan satu sama lain, yakni: 1. Junjou Romantica: Misaki Takahashi (mahasiswa tingkat pertama universitas Mitsuhashi jurusan ekonomi) dan Usami Akihiko (penulis novel yang terkenal, memenangkan penghargaan, namun sangat disayangkan (?) beberapa karya novelnya bertemakan BL). Misaki mendapatkan nilai yang jelek saat persiapan tes masuk Universitas Mitsuhashi, jadi Takahiro, kaka