Langsung ke konten utama

Live In (3): Javanese Gamelan and BTS Tower

Awalnya, saya merasa saya tidak akan betah di tempat live in. Apalagi HP dikumpulkan di hari kedua, sedangkan saya termasuk tipe orang yang, kalau boleh jujur, menganut paham "I can't live without my cellphone on my side~". Namun dugaan saya ternyata tak benar. Tiap harinya adalah hari yang spesial, penuh dengan kegiatan yang menyenangkan. Termasuk hari ketiga ini.
Pagi harinya, jam 06.30 saya bangun. Agak kesiangan mungkin, mengingat malamnya di depan rumah dinyalakan radio. Saya tak bisa tidur nyenyak karena radio itu, tapi sekitar jam 05.00 radio dimatikan, dan saya pun bisa tidur lebih nyenyak.
Makan pagi hari ini adalah bubur sayur yang katanya harganya hanya 500 rupiah saja. Walaupun murah, tapi buburnya sangat enak. Hari ini kami berangkat ke sawah untuk mencabuti rumput liar. Setelah itu, teman serumah saya belajar naik sepeda onthel. Karena saya tak bisa naik sepeda, jadi saya menunggu saja.
Setelah hari beranjak siang, kami pun menyantap nasi dengan sate ayam. Kemudian jam 1 siang kami berkumpul di rumah Pak Sartono karena katanya ada latihan gamelan Jawa. Kebetulan teman serumah saya ikut ekskul gamelan Jawa di sekolah, jadi kami pun ke sana.
Selesai bermain gamelan Jawa, anak-anak memutuskan untuk pergi ke BTS Tower (menara yang biasanya dibangun untuk memperkuat sinyal telepon genggam, menurut definisi bebas saya...) yang terletak di desa Depok. Katanya, dari sana kita bisa melihat pemandangan seluruh Bantul. Dan memang benar, walaupun perjalanannya sangat menanjak dan jalannya berbatu-batu, tapi pemandangan dari sana sangat indah.
Pulang dari sana, kami melihat ada 2 orang teman kami yang menempati rumah di desa Depok. Ternyata desa Depok berada di daerah pegunungan, dan saya membayangkan bagaimana caranya membawa tas mereka dari jalanan utama ke rumah itu, mengingat jalannya cukup menanjak dan berbatu-batu. Mereka sudah pasti susah untuk berjalan-jalan ke desa lain. Diam-diam saya lumayan bersyukur karena tinggal di desa Krekah yang rumahnya bisa dibilang cukup bagus (sayang rumahnya tidak dicat dan diberi keramik serta plafon karena katanya belum selesai, kalau tidak, mungkin bisa lebih bagus dari rumah saya di Jakarta XD).
Dalam perjalanan pulang, kami bertemu kepala sekolah yang melakukan kunjungan ke sana. Kemudian saat sampai di rumah, kami mandi, makan malam, menonton TV lagi, dan tidur.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Shii

Setelah melihat blog ini dari awal sampai akhir saya baru menyadari bahwa belum ada entri yang menampilkan tentang profil saya kecuali yang ada di bagian profil. (Buset telat amat nyadarnya!!!) Karenanya saya akan menuliskan entri ini, yah walaupun amat sangat super duper hyper telat sekali banget (ada kata-kata lain yang lebih lebay?) saya akan memperkenalkan secara singkat, siapa sih Shii itu? Shii (atau yang di dunia nyata lebih dikenal dengan sebutan *****-nama disensor-) adalah manusia yang merasa dirinya alien atau sekurang-kurangnya, anak indigo, lah... *untuk yang terakhir ini saya sendiri tidak tahu pasti kebenarannya, jangan-jangan benar anak indigo?* Jika kalian melihat ada seseorang yang dianggap aneh atau merasa dirinya aneh di sekitar kalian, kemungkinan itu adalah Shii. Nama Shii diambil dari nama aslinya yaitu *******. Shii baginya dianggap nama yang simpel namun punya banyak arti. Nama Shii itu sendiri tercetus tidak sengaja ketika sedang melamun di kamarnya pada suatu

Tes Masuk Atmajaya (1)

Daripada freak dengan bilang "saya ikut tes masuk universitas berinisial A" yang sok-sokan disensor, mending saya langsung beberkan saja nama universitasnya, ya... Jadi, pada tanggal 21 November yang lalu, dengan merelakan batalnya photo session dan tidak hadirnya saya ke UNJ (dimana semua forum yang saya ikuti mengadakan gath disana) juga kerja kelompok sekolah, saya mengikuti tes masuk universitas yang punya 2 tempat (satu di sebelah Plaza Semanggi dan satunya lagi di seberang Emporium Pluit) selain di Jogjakarta ini. Karena dalam pikiran saya sudah penuh dengan kata-kata seperti "Kalo ga lulus tes ini, kamu ga bisa ikut bonenkai di RRI tanggal 12 Desember karena harus ikut tes FKG Trisakti" maka saya memutuskan agar meluluskan tes ini. Lagipula, saya sudah punya tekad, kalau saya diterima di suatu universitas, saya akan menjadi anggota klub jejepangan di sana dan menjadi panitia J-event. Dulu Atmajaya pernah mengadakan J-event, jadi tugas saya adalah menghidupkan

Junjou Romantica (Season 1 dan 2)

Sepertinya sudah lumayan lama saya tidak me-review anime, dan sekarang saya kembali akan me-review sebuah anime, kali ini dari genre yaoi/boy's love (BL). Anime ini memang sudah lama (sekitar 2-3 tahun lalu), tapi saya baru menontonnya akhir-akhir ini karena baru sempat mendownload, dan juga saya baru mengenal yaoi sejak pertengahan 2008. Walau temanya yaoi, tapi menurut saya tak ditampilkan terlalu eksplisit seperti halnya anime yaoi pada umumnya. Jadi, yah... cocok untuk segala kalangan, asalkan tidak keberatan dengan tema BL, tentu saja. Cerita dari anime ini berpusat pada 3 pasangan utama yang saling berkaitan satu sama lain, yakni: 1. Junjou Romantica: Misaki Takahashi (mahasiswa tingkat pertama universitas Mitsuhashi jurusan ekonomi) dan Usami Akihiko (penulis novel yang terkenal, memenangkan penghargaan, namun sangat disayangkan (?) beberapa karya novelnya bertemakan BL). Misaki mendapatkan nilai yang jelek saat persiapan tes masuk Universitas Mitsuhashi, jadi Takahiro, kaka