Langsung ke konten utama

Live In (8): Conclusion

Live in selama seminggu di Krekah sangatlah menyenangkan. Kegiatan-kegiatan yang ada sangat bermanfaat, dan tentu saja banyak pelajaran yang dapat diambil dari live in kali ini.
Pertama, belajar hidup sederhana. Di Jakarta saya adalah salah satu orang yang cukup “technology-addicted”, sangat bergantung pada teknologi, terutama HP. Di sana, kami diminta untuk meninggalkan semua itu. Dan ternyata, saya bisa juga hidup tanpa HP, laptop, dan barang elektronik lainnya.
Kedua, belajar mandiri. Live in menurut saya mirip dengan homestay, hanya lokasinya yang berbeda. Di live in kita juga dapat mempelajari budaya setempat, dan juga belajar mandiri. Mencuci piring sendiri, mencuci baju sendiri, dan sebagainya. Saya rasa ini penting juga untuk masa depan, karena jika misalnya kita kuliah di luar negeri/kota, mau tidak mau kita harus kost/asrama, dimana kita dituntut untuk mandiri.
Dan masih banyak lagi hal-hal berharga lainnya yang saya dapatkan selama live in.
Hal-hal yang membuat saya takjub pertama-tama karena rumah di sana, terutama desa Krekah, tidak seburuk perkiraan saya. Saya kira rumah yang saya tinggali terbuat dari anyaman bambu dengan atap seng, lantai tanah, dan lain sebagainya. Tak tahunya, seperti yang sudah saya bilang, rumah yang saya tinggali cukup besar dan bagus.
Lalu soal biaya hidup. Biaya hidup di sana sangat rendah dibandingkan di Jakarta. Misalnya bubur seharga 500 rupiah. Pulang dari Parangtritis kami juga sempat menyantap mi ayam lengkap dengan bakso, yang hanya dihargai Rp 5000,00 saja, padahal tempatnya sendiri berada di semacam ruko. Ini berbeda dengan di Jakarta. Sebagai perbandingan, di Jakarta, mie ayam yang berada di ruko harganya paling tidak Rp 10000,00, itupun tanpa bakso.
Soal kebudayaan, masyarakat sana mempunyai beberapa hal yang cukup unik. Salah satunya adalah tentang arah. Kalau di Jakarta, biasanya kalau kita bertanya arah suatu tempat, kita mengenal kata-kata seperti “lurus, belok kiri, di perempatan terus belok kanan”. Di sana, mereka menggunakan arah mata angin, jadi misalnya “ke arah timur, nanti di perempatan belok ke selatan”. Di sana juga sepeda onthel menjadi sesuatu yang amat sangat umum. Rasanya, akan aneh jika mengetahui bahwa orang asal Jogja tapi tak bisa naik sepeda, mengingat Jogja sudah seperti kota sepeda. Di Jakarta, sepeda onthel sudah amat sangat langka.
Sekarang kita membahas soal peranan ibu dalam keluarga, yang menjadi topik utama renungan live in tahun ini. Menurut saya, peranan ibu angkat saya di dalam keluarga angkat saya selama live in cukup mendominasi, mengingat bapak angkat saya selama di sana cukup sibuk, dan jarang pulang ke rumah karena sedang menyelesaikan proyek pembangunan mesjid yang terletak di dekat rumah kami selama di desa. Walaupun di rumah itu mereka hanya tinggal bertiga (ibu angkat, bapak angkat, dan nenek angkat saya), tapi mereka semua mempunyai peran masing-masing yang penting dalam ekonomi keluarga. Ibu angkat saya adalah ibu rumah tangga, yang walaupun hidupnya cenderung santai karena mempunyai penyakit jantung (jadi tak boleh terlalu lelah), tapi tetap bisa mengerjakan tugasnya dengan baik. Walaupun dia berkata dia tak bisa masak, tapi buktinya masakannya enak. Nenek angkat saya setiap harinya bekerja membuat makanan ternak. (Oh ya, saya lupa mengatakan kalau di rumah itu terdapat 4 kucing, 1 anjing, banyak sapi, ayam, dan kambing). Bapak angkat saya adalah seorang ketua RT, tapi peranannya saya kira tidak terlalu dominan, setidaknya selama saya live in di sana.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Shii

Setelah melihat blog ini dari awal sampai akhir saya baru menyadari bahwa belum ada entri yang menampilkan tentang profil saya kecuali yang ada di bagian profil. (Buset telat amat nyadarnya!!!) Karenanya saya akan menuliskan entri ini, yah walaupun amat sangat super duper hyper telat sekali banget (ada kata-kata lain yang lebih lebay?) saya akan memperkenalkan secara singkat, siapa sih Shii itu? Shii (atau yang di dunia nyata lebih dikenal dengan sebutan *****-nama disensor-) adalah manusia yang merasa dirinya alien atau sekurang-kurangnya, anak indigo, lah... *untuk yang terakhir ini saya sendiri tidak tahu pasti kebenarannya, jangan-jangan benar anak indigo?* Jika kalian melihat ada seseorang yang dianggap aneh atau merasa dirinya aneh di sekitar kalian, kemungkinan itu adalah Shii. Nama Shii diambil dari nama aslinya yaitu *******. Shii baginya dianggap nama yang simpel namun punya banyak arti. Nama Shii itu sendiri tercetus tidak sengaja ketika sedang melamun di kamarnya pada suatu

Tes Masuk Atmajaya (1)

Daripada freak dengan bilang "saya ikut tes masuk universitas berinisial A" yang sok-sokan disensor, mending saya langsung beberkan saja nama universitasnya, ya... Jadi, pada tanggal 21 November yang lalu, dengan merelakan batalnya photo session dan tidak hadirnya saya ke UNJ (dimana semua forum yang saya ikuti mengadakan gath disana) juga kerja kelompok sekolah, saya mengikuti tes masuk universitas yang punya 2 tempat (satu di sebelah Plaza Semanggi dan satunya lagi di seberang Emporium Pluit) selain di Jogjakarta ini. Karena dalam pikiran saya sudah penuh dengan kata-kata seperti "Kalo ga lulus tes ini, kamu ga bisa ikut bonenkai di RRI tanggal 12 Desember karena harus ikut tes FKG Trisakti" maka saya memutuskan agar meluluskan tes ini. Lagipula, saya sudah punya tekad, kalau saya diterima di suatu universitas, saya akan menjadi anggota klub jejepangan di sana dan menjadi panitia J-event. Dulu Atmajaya pernah mengadakan J-event, jadi tugas saya adalah menghidupkan

Junjou Romantica (Season 1 dan 2)

Sepertinya sudah lumayan lama saya tidak me-review anime, dan sekarang saya kembali akan me-review sebuah anime, kali ini dari genre yaoi/boy's love (BL). Anime ini memang sudah lama (sekitar 2-3 tahun lalu), tapi saya baru menontonnya akhir-akhir ini karena baru sempat mendownload, dan juga saya baru mengenal yaoi sejak pertengahan 2008. Walau temanya yaoi, tapi menurut saya tak ditampilkan terlalu eksplisit seperti halnya anime yaoi pada umumnya. Jadi, yah... cocok untuk segala kalangan, asalkan tidak keberatan dengan tema BL, tentu saja. Cerita dari anime ini berpusat pada 3 pasangan utama yang saling berkaitan satu sama lain, yakni: 1. Junjou Romantica: Misaki Takahashi (mahasiswa tingkat pertama universitas Mitsuhashi jurusan ekonomi) dan Usami Akihiko (penulis novel yang terkenal, memenangkan penghargaan, namun sangat disayangkan (?) beberapa karya novelnya bertemakan BL). Misaki mendapatkan nilai yang jelek saat persiapan tes masuk Universitas Mitsuhashi, jadi Takahiro, kaka