Hari ini pun tak kalah menyenangkannya dengan hari-hari sebelumnya. Pagi hari, ibu angkat saya mengajak kami ke pasar. Di sana kami membeli sayur-sayuran, dan oleh-oleh tempe bacem. Tempe ini ibu angkat saya sendiri yang membuat, dengan menggunakan tempe koro.
Kemudian, ibu angkat saya mengantarkan kami ke pabrik bapia untuk membeli oleh-oleh bapia di sana. Ibu saya di Jakarta memang meminta saya untuk membawakan sejumlah oleh-oleh, seperti taplak meja, bapia, gudeg, tempe bacem, dan coklat merek “Monggo”.
Tak terasa hari telah beranjak siang, dan setelah kami makan siang, kami bergegas ke rumah kepala desa yang tak berapa jauh dari rumah kami. Seperti yang sudah diduga, kami harus menunggu lama lagi untuk sepur mini yang entah kenapa datangnya memang selalu ngaret itu.
Sanggar Giri Gino Guno ternyata tak seberapa jauh dari desa kami. Sampai di sana, banyak anak-anak dari sekolah kami yang berasal dari desa lain sudah berkumpul. Di sana, kami semua dibagi berdasarkan kelompok desa, melakukan berbagai macam kegiatan. Pertama, kami mencoba untuk bermain gamelan Jawa. Beberapa anak waktu itu memang sudah pernah mencoba gamelan Jawa, baik di kegiatan sekolah maupun pada hari ke-2 di desa. Namun, buat saya yang baru pertama kali mencoba, ternyata bermain gamelan Jawa itu gampang-gampang susah karena tangga nadanya yang berbeda dengan tangga nada pada alat musik modern, misalnya piano.
Kegiatan kedua adalah kerajinan janur. Kami, kelompok dari desa Krekah, hanya diajarkan satu kerajinan janur, mungkin karena keterbatasan waktu. Tapi ada beberapa anak dari kelompok desa lain yang diajarkan lebih dari satu bentuk anyaman janur. Namun tak apalah, yang penting saya sudah lumayan bisa membuatnya (walau hasilnya tak lumayan sesuai harapan).
Setelah itu, kami makan snack dan teh manis sebelum menuju ke pos ketiga yaitu kerajinan topeng. Ini adalah kegiatan pilihan. Siapa yang ingin mengecat topeng dapat membayar Rp 17.500,00. Agak mahal memang, tapi semua peralatan sudah disediakan, mulai dari topeng itu sendiri, cat akrilik, sampai pilox dan gantungan topeng. Untuk topeng ini saya lumayan bisa mengerjakannya, tapi tetap saja menurut saya masih agak berantakan (mungkin kapan-kapan saya harus belajar lagi untuk mengembangkan pewarnaan di bidang cat, tidak hanya di bidang pensil warna dan digital saja…).
Pulang dari sana hari sudah sore, dan kami melihat matahari terbenam dari sepur mini. Saya menyadari bahwa itulah sore terakhir saya berada di desa…
Sepur mini berhenti di depan rumah kepala desa, dan tibalah saat yang menggembirakan. HP dibagikan kembali! Dan ketika itu saya baru menyadari, bahwa ternyata saya bisa juga tidak menjadi “cellphone-addicted”.
Kemudian, ibu angkat saya mengantarkan kami ke pabrik bapia untuk membeli oleh-oleh bapia di sana. Ibu saya di Jakarta memang meminta saya untuk membawakan sejumlah oleh-oleh, seperti taplak meja, bapia, gudeg, tempe bacem, dan coklat merek “Monggo”.
Tak terasa hari telah beranjak siang, dan setelah kami makan siang, kami bergegas ke rumah kepala desa yang tak berapa jauh dari rumah kami. Seperti yang sudah diduga, kami harus menunggu lama lagi untuk sepur mini yang entah kenapa datangnya memang selalu ngaret itu.
Sanggar Giri Gino Guno ternyata tak seberapa jauh dari desa kami. Sampai di sana, banyak anak-anak dari sekolah kami yang berasal dari desa lain sudah berkumpul. Di sana, kami semua dibagi berdasarkan kelompok desa, melakukan berbagai macam kegiatan. Pertama, kami mencoba untuk bermain gamelan Jawa. Beberapa anak waktu itu memang sudah pernah mencoba gamelan Jawa, baik di kegiatan sekolah maupun pada hari ke-2 di desa. Namun, buat saya yang baru pertama kali mencoba, ternyata bermain gamelan Jawa itu gampang-gampang susah karena tangga nadanya yang berbeda dengan tangga nada pada alat musik modern, misalnya piano.
Kegiatan kedua adalah kerajinan janur. Kami, kelompok dari desa Krekah, hanya diajarkan satu kerajinan janur, mungkin karena keterbatasan waktu. Tapi ada beberapa anak dari kelompok desa lain yang diajarkan lebih dari satu bentuk anyaman janur. Namun tak apalah, yang penting saya sudah lumayan bisa membuatnya (walau hasilnya tak lumayan sesuai harapan).
Setelah itu, kami makan snack dan teh manis sebelum menuju ke pos ketiga yaitu kerajinan topeng. Ini adalah kegiatan pilihan. Siapa yang ingin mengecat topeng dapat membayar Rp 17.500,00. Agak mahal memang, tapi semua peralatan sudah disediakan, mulai dari topeng itu sendiri, cat akrilik, sampai pilox dan gantungan topeng. Untuk topeng ini saya lumayan bisa mengerjakannya, tapi tetap saja menurut saya masih agak berantakan (mungkin kapan-kapan saya harus belajar lagi untuk mengembangkan pewarnaan di bidang cat, tidak hanya di bidang pensil warna dan digital saja…).
Pulang dari sana hari sudah sore, dan kami melihat matahari terbenam dari sepur mini. Saya menyadari bahwa itulah sore terakhir saya berada di desa…
Sepur mini berhenti di depan rumah kepala desa, dan tibalah saat yang menggembirakan. HP dibagikan kembali! Dan ketika itu saya baru menyadari, bahwa ternyata saya bisa juga tidak menjadi “cellphone-addicted”.
Komentar