Langsung ke konten utama

Korupsi dan Ketidakadilan Hukum di Indonesia

Another "serious" topic from me...
Berhubung saya menulis ini pada hari sebelum saya ulangan semesteran PKn, jadi tak ada salahnya saya mengangkat topik ini. (Daripada mengangkat tentang Malingsia-Malingsia melulu... lebih baik bercermin dulu bukan?)

Telah kita ketahui kasus yang sedang heboh sekarang ini, yaitu tentang ditangkapnya Chandra M. Hamzah dan Bibit S. Rianto, dua petinggi KPK (namun sekarang sudah dibebaskan, UNTUNGNYA) dan juga yang lebih heboh lagi, kasus Bank Century, kasus yang sebenarnya sudah ada sejak beberapa bulan lalu namun baru diangkat lagi sekarang... (Sepertinya dulu kasus itu sengaja ditenggelamkan? Hmm...)
Tapi yang akan saya bahas sekarang bukan itu... Sudah banyak blog lain yang mengungkapkan pendapat tentang kasus-kasus itu, dan sepertinya pendapat saya sudah terwakili oleh pendapat-pendapat mereka semua... Jadi kali ini yang akan saya bahas adalah tentang (lagi-lagi) keprihatinan saya terhadap ketidakadilan hukum yang ada di negeri ini. Untuk kali ini saya memang tidak menyebarkan kuesioner, namun saya rasa sudah cukup saya melakukan beberapa wawancara secara terselubung dan studi pustaka.


Korupsi. Siapa diantara kita yang tidak pernah melakukan korupsi? Saya yakin, tanpa kuesioner sekalipun, semua orang pasti menjawab pernah melakukan korupsi, baik dalam skala kecil maupun skala besar. Apa saja kiranya bentuk korupsi yang sering dilakukan? Bermacam-macam, mulai dari menyontek, memakai uang yang diberikan untuk keperluan lain, datang terlambat ke sekolah/kuliah/tempat kerja, sampai (mungkin) melakukan suap ke orang lain.

Karena kita semua pernah melakukan korupsi (saya yakin itu), maka tidak heran apabila Indonesia terkenal akan budaya korupsinya. Kalau sesuatu dilakukan, apapun itu, dari skala kecil, lama-kelamaan pasti skalanya akan makin besar. Maka tak heran, karena sedari kecil kita sudah melakukan korupsi, setelah besar pun kita akan melakukan korupsi, tentunya dalam skala yang makin besar.

Tak seperti kebudayaan tradisional yang harus kita pertahankan, kita harus memberantas perilaku korupsi yang sudah membudaya ini. Dan semuanya bukan hanya tanggung jawab KPK atau lembaga masyarakat saja, kita semua harus terlibat dalam memerangi korupsi. Semua itu bisa kita mulai dari diri kita. Jangan biasakan diri kita untuk melakukan tindak korupsi, walaupun dalam skala kecil. Percuma saja kalau kita berdemo baik secara langsung maupun tak langsung, kalau kita sendiri masih melakukan korupsi.


Soal ketidakadilan hukum, saya sangat prihatin atas beberapa kasus yang telah terjadi akhir-akhir ini. Seperti yang telah kita ketahui, tanggal 7 Desember lalu ada kasus salah tangkap yang dilakukan oleh oknum polisi. Hukuman yang dijatuhkan pada pihak polisi tersebut dinilai tak sebanding dengan rasa malu yang telah ditanggung si korban salah tangkap, dan juga peristiwa tersebut tentunya telah memperburuk citra kepolisian yang sekarang dinilai sangat buruk. Masih segar pula dalam ingatan kita terhadap kasus seorang yang terpaksa bolak-balik ke pengadilan hanya karena ia mencuri buah kakao. Memang ia dibebaskan, namun rasanya aneh saja. Gara-gara mencuri buah kakao sampai harus bolak-balik ke pengadilan, sedangkan koruptor-koruptor di luar sana malah dibiarkan. Belum lagi kasus Prita, yakni menuliskan email yang bertujuan menceritakan ke orang-orang tentang pengalaman buruknya dengan RS OMNI. Pihak RS malah menuduhnya mencemarkan nama baik (Saya jadi teringat akan salah satu entri saya yang menceritakan pengalaman buruk saya dengan salah satu operator telekomunikasi...)dan pengadilan saat ini memutuskan agar Prita dikenai denda 204 juta rupiah. Tapi, bukankah itu berarti melanggar kebebasan berpendapat? Seolah-olah itu menyimpulkan bahwa pihak RS tidak mau menerima kritikan. Kalau memang yang dituliskan itu benar adanya, mengapa tak berefleksi dulu?

Memang saya belum memikirkan penyelesaian untuk masalah yang satu ini, tapi saya rasa alangkah baiknya jika aparat penegak hukum di negeri ini mencoba untuk belajar dari kesalahan yang mereka lakukan selama ini, dan tentu saja, berusaha lebih jujur! Banyak diantara aparat penegak hukum yang tidak adil karena telah menerima suap. Penegak hukum yang baik seharusnya menolak suap tersebut...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Shii

Setelah melihat blog ini dari awal sampai akhir saya baru menyadari bahwa belum ada entri yang menampilkan tentang profil saya kecuali yang ada di bagian profil. (Buset telat amat nyadarnya!!!) Karenanya saya akan menuliskan entri ini, yah walaupun amat sangat super duper hyper telat sekali banget (ada kata-kata lain yang lebih lebay?) saya akan memperkenalkan secara singkat, siapa sih Shii itu? Shii (atau yang di dunia nyata lebih dikenal dengan sebutan *****-nama disensor-) adalah manusia yang merasa dirinya alien atau sekurang-kurangnya, anak indigo, lah... *untuk yang terakhir ini saya sendiri tidak tahu pasti kebenarannya, jangan-jangan benar anak indigo?* Jika kalian melihat ada seseorang yang dianggap aneh atau merasa dirinya aneh di sekitar kalian, kemungkinan itu adalah Shii. Nama Shii diambil dari nama aslinya yaitu *******. Shii baginya dianggap nama yang simpel namun punya banyak arti. Nama Shii itu sendiri tercetus tidak sengaja ketika sedang melamun di kamarnya pada suatu

Tes Masuk Atmajaya (1)

Daripada freak dengan bilang "saya ikut tes masuk universitas berinisial A" yang sok-sokan disensor, mending saya langsung beberkan saja nama universitasnya, ya... Jadi, pada tanggal 21 November yang lalu, dengan merelakan batalnya photo session dan tidak hadirnya saya ke UNJ (dimana semua forum yang saya ikuti mengadakan gath disana) juga kerja kelompok sekolah, saya mengikuti tes masuk universitas yang punya 2 tempat (satu di sebelah Plaza Semanggi dan satunya lagi di seberang Emporium Pluit) selain di Jogjakarta ini. Karena dalam pikiran saya sudah penuh dengan kata-kata seperti "Kalo ga lulus tes ini, kamu ga bisa ikut bonenkai di RRI tanggal 12 Desember karena harus ikut tes FKG Trisakti" maka saya memutuskan agar meluluskan tes ini. Lagipula, saya sudah punya tekad, kalau saya diterima di suatu universitas, saya akan menjadi anggota klub jejepangan di sana dan menjadi panitia J-event. Dulu Atmajaya pernah mengadakan J-event, jadi tugas saya adalah menghidupkan

Junjou Romantica (Season 1 dan 2)

Sepertinya sudah lumayan lama saya tidak me-review anime, dan sekarang saya kembali akan me-review sebuah anime, kali ini dari genre yaoi/boy's love (BL). Anime ini memang sudah lama (sekitar 2-3 tahun lalu), tapi saya baru menontonnya akhir-akhir ini karena baru sempat mendownload, dan juga saya baru mengenal yaoi sejak pertengahan 2008. Walau temanya yaoi, tapi menurut saya tak ditampilkan terlalu eksplisit seperti halnya anime yaoi pada umumnya. Jadi, yah... cocok untuk segala kalangan, asalkan tidak keberatan dengan tema BL, tentu saja. Cerita dari anime ini berpusat pada 3 pasangan utama yang saling berkaitan satu sama lain, yakni: 1. Junjou Romantica: Misaki Takahashi (mahasiswa tingkat pertama universitas Mitsuhashi jurusan ekonomi) dan Usami Akihiko (penulis novel yang terkenal, memenangkan penghargaan, namun sangat disayangkan (?) beberapa karya novelnya bertemakan BL). Misaki mendapatkan nilai yang jelek saat persiapan tes masuk Universitas Mitsuhashi, jadi Takahiro, kaka