Langsung ke konten utama

Tur Cina Selatan + Hongkong (4): The Power of Casino(s)


Hari keempat, kami pergi menuju kota yang terkenal dengan kasinonya, Macau. Sebenarnya Macau mempunyai banyak objek untuk dilihat, tapi sayangnya kami hanya mempunyai waktu sehari di sini.
Tour guide kami di Macau adalah yang paling berkesan menurut saya. Namanya Alan dan dia berasal dari Boyolali. Karena ada PP No. 10 tahun berapa saya lupa, dia bersama sebagian anggota keluarganya pindah ke Macau. Setiap beberapa tahun dia pulang ke Indonesia. Bahasa Indonesianya paling lancar diantara semua tour guide, bahkan mungkin lebih lancar daripada bahasa Indonesia beberapa orang Indonesia keturunan Cina yang pernah saya temui.

Sampai di Macau, kami makan di daerah Fisherman’s Wharf. Makanannya berupa buffet dan semuanya sangat enak, bisa dibilang ini adalah makanan terenak selama kami tur. Setelah itu, kami memulai city tour kami. Kami melewati Macau Tower yang merupakan ikon Macau. Disana, ada bungee jumping maupun memanjat tower, setidaknya begitulah kata buku panduan yang kami ambil gratis dari hotel malam harinya. Pertama, kami ke A-Ma Temple. Ini adalah kuil yang diyakini sebagai kuil dimana pertama kali penjajah Portugis datang. Dari kuil ini juga terdapat asal kata “Macau”, yakni nama dewi laut yang menjadi kepercayaan di sana, semacam Nyi Roro Kidul di Indonesia. Kami berfoto-foto sebentar di kuil itu, lalu pergi ke toko kue. Di sana kami membeli semacam semprong ala Macau. Toko kue pun selesai didatangi dan kami menuju reruntuhan gereja Sao Paulo. Gereja ini pernah terbakar beberapa kali, sebelum akhirnya dirapikan dan dijadikan tempat wisata. Di sana, kami menuruni anak tangga sejumlah 48 buah dan menuju semacam alun-alun. Kami mencoba eggtart, kue khas Macau, disana. Enak rasanya, mirip sus.
Kami pun berjalan kaki menuju Senado Square yang terletak tak jauh dari reruntuhan gereja Sao Paulo. Di sepanjang perjalanan ada toko-toko yang mengingatkan saya pada Pasar Baru di Jakarta. Di Senado Square ada berbagai macam tempat, seperti gedung parlemen dan gereja yang dipakai sekarang.
Kami kemudian naik lagi ke bus dan menuju hotel Hard Rock untuk menikmati pertunjukan di City of Dreams. Menikmati perjalanan di Macau merupakan salah satu hal yang menarik. Nama jalan di Macau memakai dua bahasa, Portugis dan Mandarin. Ini yang membuatnya unik dibanding daerah lain di Cina. Selain itu, hotel-hotel yang ada juga sangat bagus dan mewah, hampir semuanya berbintang 4 dan 5 (bahkan ada beberapa hotel yang berbintang 10 atau 15 karena 2 atau 3 hotel bintang 5 digabung jadi satu), dan satu hal lagi: terdapat kasino.
Kami sampai di City of Dreams, area pertunjukan yang berbentuk seperti telur. Kami bertanya-tanya mengapa bentuknya seperti itu, sampai akhirnya kami masuk dan melihat shownya.
Show yang ada sangat keren, walau hanya 10 menit, saya bertanya-tanya apa hotel di Indonesia ada yang bisa membuat show seperti ini. Show yang memakai permainan cahaya, efek 3D dan elemen lain seperti air terjun menari. Berbeda dengan show pada umumnya, atap untuk area ini seperti kubah, dan di bawah lantainya pun seperti kubah terbalik, seolah-olah kita berada di pertengahan “telur”. Show ini memakai seluruh area atap itu untuk menampilkan permainan cahayanya dan bagian poros “telur” untuk air terjun menari. Jadi, kita seperti diajak untuk mengarahkan kepala kesana kemari demi mengikuti show ini secara keseluruhan.
Sesudah itu, kami menuju Venetian Resort, hotel terbesar di Macau dengan ribuan kamar. Hotel ini juga memiliki mal yang di dalamnya terdapat berbagai butik barang-barang ternama dan ada area khusus di mal yang atapnya merupakan langit buatan dengan adanya sungai buatan lengkap dengan gondolanya. Pengunjung bisa berperahu dengan gondola itu, menyusuri sungai buatan dalam mal. Selain itu, hotel ini memiliki kasino yang cukup besar. Karena umur saya sudah mencukupi, maka saya dan orangtua saya mengunjungi kasino tersebut, sekadar melihat-lihat kasino itu seperti apa, mengingat Macau sangat terkenal dengan kasinonya, bahkan 75% pendapatan pemerintah Macau didapat dari kasino. Namun, kami tidak bermain di kasino tersebut, apalagi kemudian ada petugas yang bertanya kepada saya apakah umur saya sudah mencukupi atau belum untuk masuk kasino. Mungkin karena tampang saya yang awet muda?
Pulang dari Venetian Resort, kami diajak ke bandara Macau dan makan di salah satu restoran di sana, yang memiliki pemandangan langsung ke bandara. Sembari makan, saya melihat pemandangan pesawat yang take-off maupun landing di bandara tersebut dengan latar langit senja. Saya, yang menganggap bandara adalah salah satu tempat favorit saya, tentu menganggap hal tersebut sebagai pemandangan tak terlupakan.
City tour di Macau pun sudah selesai. Kami check-in di hotel kami, yaitu Taipa Square. Karena tak ada wi-fi dan saya juga agak tak enak badan, akhirnya saya tidur saja. Padahal, rencananya kami akan melihat air mancur menari di salah satu hotel disana. Namun, akhirnya keinginan melihat air mancur menari itu dapat dituntaskan dengan melihatnya di Grand Indonesia pada hari Minggu setelah kami pulang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Shii

Setelah melihat blog ini dari awal sampai akhir saya baru menyadari bahwa belum ada entri yang menampilkan tentang profil saya kecuali yang ada di bagian profil. (Buset telat amat nyadarnya!!!) Karenanya saya akan menuliskan entri ini, yah walaupun amat sangat super duper hyper telat sekali banget (ada kata-kata lain yang lebih lebay?) saya akan memperkenalkan secara singkat, siapa sih Shii itu? Shii (atau yang di dunia nyata lebih dikenal dengan sebutan *****-nama disensor-) adalah manusia yang merasa dirinya alien atau sekurang-kurangnya, anak indigo, lah... *untuk yang terakhir ini saya sendiri tidak tahu pasti kebenarannya, jangan-jangan benar anak indigo?* Jika kalian melihat ada seseorang yang dianggap aneh atau merasa dirinya aneh di sekitar kalian, kemungkinan itu adalah Shii. Nama Shii diambil dari nama aslinya yaitu *******. Shii baginya dianggap nama yang simpel namun punya banyak arti. Nama Shii itu sendiri tercetus tidak sengaja ketika sedang melamun di kamarnya pada suatu

Tes Masuk Atmajaya (1)

Daripada freak dengan bilang "saya ikut tes masuk universitas berinisial A" yang sok-sokan disensor, mending saya langsung beberkan saja nama universitasnya, ya... Jadi, pada tanggal 21 November yang lalu, dengan merelakan batalnya photo session dan tidak hadirnya saya ke UNJ (dimana semua forum yang saya ikuti mengadakan gath disana) juga kerja kelompok sekolah, saya mengikuti tes masuk universitas yang punya 2 tempat (satu di sebelah Plaza Semanggi dan satunya lagi di seberang Emporium Pluit) selain di Jogjakarta ini. Karena dalam pikiran saya sudah penuh dengan kata-kata seperti "Kalo ga lulus tes ini, kamu ga bisa ikut bonenkai di RRI tanggal 12 Desember karena harus ikut tes FKG Trisakti" maka saya memutuskan agar meluluskan tes ini. Lagipula, saya sudah punya tekad, kalau saya diterima di suatu universitas, saya akan menjadi anggota klub jejepangan di sana dan menjadi panitia J-event. Dulu Atmajaya pernah mengadakan J-event, jadi tugas saya adalah menghidupkan

Junjou Romantica (Season 1 dan 2)

Sepertinya sudah lumayan lama saya tidak me-review anime, dan sekarang saya kembali akan me-review sebuah anime, kali ini dari genre yaoi/boy's love (BL). Anime ini memang sudah lama (sekitar 2-3 tahun lalu), tapi saya baru menontonnya akhir-akhir ini karena baru sempat mendownload, dan juga saya baru mengenal yaoi sejak pertengahan 2008. Walau temanya yaoi, tapi menurut saya tak ditampilkan terlalu eksplisit seperti halnya anime yaoi pada umumnya. Jadi, yah... cocok untuk segala kalangan, asalkan tidak keberatan dengan tema BL, tentu saja. Cerita dari anime ini berpusat pada 3 pasangan utama yang saling berkaitan satu sama lain, yakni: 1. Junjou Romantica: Misaki Takahashi (mahasiswa tingkat pertama universitas Mitsuhashi jurusan ekonomi) dan Usami Akihiko (penulis novel yang terkenal, memenangkan penghargaan, namun sangat disayangkan (?) beberapa karya novelnya bertemakan BL). Misaki mendapatkan nilai yang jelek saat persiapan tes masuk Universitas Mitsuhashi, jadi Takahiro, kaka