Judulnya seperti laporan praktikum ilmiah --b
Yah, jadi intinya disini saya ingin membahas mengapa anak Sanur yang kebanyakan menang di 2 lomba itu, dan bukan anak sekolah lain. Bukannya saya ingin mengkhianati anak Sanur atau apa, ya. Saya cuma melihat dari sudut pandang sebagai murid Sanur yang mengikuti perkembangan event dari saat posternya pertama kali ditempel sampai lomba dilaksanakan. Sekali lagi, dari judulnya saja, sudah dapat dilihat kalau ini hanya ANALISIS saya, jadi belum tentu benar.
Pertama, karena mereka anak Sanur. Alasan ini jelas. Mana mau dibilang "Kok anak Sanur pada ga menang semua di 1 lomba? Yang menang pada anak luar semua?". Selain itu juga rugi, kan... Coba dipikir, seandainya ada ibu yang mau memberikan uang kepada anaknya dan teman anaknya, mana yang lebih ikhlas?
Kedua, karena sebenarnya, sosialisasi untuk murid SMA tentang Festival Sakuradilaksanakan hanya beberapa hari sebelum hari H. Kalau SMP saya tidak tahu kapan, ya, sosialisasinya... Sedangkan, seperti yang kita sudah ketahui, membuat kostum itu perlu waktu yang lama, apalagi kostum yang bagus atau dari penjahit ternama. Waktunya berkisar antara 1 minggu sampai > 1 bulan. Itu baru kostumnya. Belum aksesorisnya, seperti pedang, dsb. Masih mending kalau lomba harajuku yang memadumadankan pakaian. Bagaimana kalau cosplay? Pasti harus meminjam dari teman-teman yang cosplayer, kalau waktunya cuma kurang dari 1 minggu begitu. Dan di SMA, semua kelas wajib mengirimkan minimal 1 perwakilan untuk ikut 2 lomba diatas, yang berarti ada beberapa orang yang tadinya sama sekali tak berpikir untuk ikut lomba, jadi harus ikut lomba. Jadi mungkin dengan pertimbangan "Ah, ini kan nyiapinnya singkat banget" jadi dipilihlah mereka =w=
Ketiga, untuk meningkatkan animo murid terhadap J-culture, khususnya J-fashion. Sanur bukanlah SMA 1 Bekasi atau SMA-SMA lain yang J-club di sekolahnya sudah sangat terkenal dan mengadakan event Jepang rutin setiap tahunnya. Festival Sakura pun, setahu saya, merupakan event Jepang pertama yang diadakan Sanur setidaknya 5 tahun terakhir. Karena itu, animo murid masih sangat rendah. Yang mau menjadi panitia pun tidak seantusias acara-acara lainnya, karena acara ini merupakan acara yang bahasa kasarnya "membela kaum minoritas, dalam hal ini J-lovers" (Dan anak kelas 12 tidak ada yang mendaftar jadi panitia, jadi saya juga tidak jadi panitia, daripada sendirian jadi panitia... =="). Pendaftar cosplay dan harajuku pun tadinya masih sedikit, bahkan setelah saya menyebar form pendaftaran secara daring yang boleh diunduh siapapun, masih dibilang "Kok yang daftar lomba dikit amat ya?"
Akhirnya diadakanlah kebijakan kalau 1 kelas minimal kirim 1 perwakilan, jadi yang ikut lomba jadi banyak. Alhasil, lomba pun jadi seperti classmeeting yang dicampur dengan beberapa orang luar... ==
Dan kalau anak Sanur menang, kan setidaknya murid sekelasnya senang, jadilah animo murid meningkat dan bukannya tidak mungkin tahun depan diadakan event serupa... (maunya)
Bagaimanakah solusi untuk hal ini?
Menurut saya, sebaiknya tak usah dicantumkan asal sekolah, dan tidak dibatasi untuk SMP dan SMA, biar lebih objektif. Saya banyak menerima keluhan yang berbunyi "Kok yang ikut cosplay cuma boleh SMP sama SMA? Ga enak banget yang kuliah ga boleh ikut..."
Lagian kalau yang umum boleh ikut, kan, alumni bisa ikut juga, hehe... Kasihan juga kan alumni yang pengen ikut tapi ga bisa karena sudah lulus?
Selain itu, jurinya kalau bisa selain dari pemerhati Jepang, designer, dan cosplayer, juga ditambahkan dari kameko (fotografer khusus cosplayer), dan penonton awam (bukan J-lovers dan tidak memihak sekolah manapun) serta 1 orang otaku (peminat anime, manga, dan game, terserah dari sekolah mana, gunanya untuk membandingkan kemiripan dan penghayatan antara tokoh asli dan cosplayer itu sendiri). Jadi lebih adil...
Komentar