2017 sudah memasuki hari terakhir. Ini merupakan salah satu tahun yang paling berarti sepanjang saya hidup sampai sekarang. Ada beberapa pencapaian yang saya capai di tahun ini, walau untuk mencapai hal itu banyak rintangan yang terjadi.
Awal 2017 dimulai dengan siklus-siklus terakhir saya koas, yaitu IKM senior dan Anestesi. Di IKM senior, saya pertama kalinya mengalami bagaimana masuk ke kehidupan orang yang keadaan ekonominya tak terlalu baik di Jakarta. Membayangkan untuk masuk ke rumahnya saja harus melewati jalan yang hanya dapat dilalui satu motor atau berjalan kaki, lalu rumah kontrakannya yang tak sampai seluas kamar saya tapi ditempati belasan orang, penerangan minim di siang hari, pendapatan di bawah UMR. Hal ini membuat saya lebih bersyukur akan apa yang ada. Sedangkan Anestesi merupakan siklus terakhir saya di Sukabumi, dimana saya tak pernah lagi ke Sukabumi setelah itu. Karenanya, meski siklus ini sibuk, saat hari-hari agak lengang saya memutuskan untuk menikmati Sukabumi, kota kecil di pegunungan yang lebih santai auranya dari Jakarta. Berjalan kaki di trotoar Sukabumi, menuju beberapa tempat yang belum pernah saya kunjungi, ataupun yang sudah pernah tapi belum tentu saya kunjungi lagi.
Masuk ke fase berikutnya, liburan selama sebulan menunggu yudisium. Hal paling memorable di sini adalah saya pergi ke Singapura, dan melihat-lihat sisi lain dari Singapura yang belum pernah saya lihat. Bahwa ternyata Singapura tidak seglamor dan semetropolitan kelihatannya. Awalnya adalah sebuah ketidaksengajaan, dimana saya mau melihat-lihat sebuah pameran tak jauh dari Marina Bay, namun saat naik bus, saya ketiduran, dan orang tua saya yang pergi bersama saya juga ingin keliling-keliling dengan kartu khusus turis di Singapura. Tapi saya jadi melihat jalanan-jalanan yang lebih kecil, yang bukan tempat wisata, yang kawasan perumahan, juga apartemen yang tidak mewah yang lebih mirip rumah susun. Hal ini juga saya lihat saat naik MRT melewati Singapura bagian utara, dimana di Singapura ternyata masih banyak hutan, masih ada daerah yang agak kumuhnya walau dari jendela MRT tidak kumuh-kumuh amat.
Setelah itu, adalah fase yang paling menyedihkan untuk saya di tahun ini. Saya memang berencana untuk masuk Katolik sejak 2014 lalu, namun baru ada kesempatan belajar setelah selesai koas, yaitu di tahun 2017 ini. Namun, orangtua saya menuduh yang macam-macam mengenai alasan kenapa saya masuk Katolik. Perdebatan demi perdebatan dilakukan di fase ini walau saya tetap berusaha untuk hadir di setiap pertemuan katekumen (pembelajaran masuk Katolik).
Lanjut ke fase selanjutnya, adalah fase yang sempat membuat saya mengalami kesedihan sementara waktu. Pengumuman hasil yudisium selama koas, dimana ada beberapa stase yang dinyatakan her. Jumlah yang her memang lebih banyak dibanding jumlah yang langsung lulus, namun tetap saja ada kesedihan yang terjadi. Namun ternyata di balik itu semua mungkin ada faedahnya. Saya jadi merasakan lagi bertemu dengan beberapa adik kelas yang dulu sudah pernah dengan saya di siklus lain, dan bahkan ada siklus dimana saya merasa lebih di-notice oleh teman-teman sesiklus saya, secara positif, dibandingkan siklus-siklus lainnya di koas reguler sebelumnya. Peraturan koas yang baru juga membuat saya mengalami berbagai hal yang mungkin belum atau tidak ada saat saya koas reguler dulu, seperti melakukan screening demensia, ataupun bagaimana rasanya menumpang jaga malam di bangsal-bangsal lain karena koas regulernya diusir dari ICU. Pun, ilmu-ilmu ini sedikit banyak akan berguna saat saya UKMPPD.
Selanjutnya adalah salah satu saat paling membahagiakan dalam tahun ini. Saya tidak akan pernah melupakan tanggal 11 Juli 2017, dimana saya sudah tak terlalu banyak berharap akan kelulusan saya dikarenakan saat her terakhir saya merasa kurang maksimal, namun saya tetap mencoba berdoa dan melakukan novena saat itu meski belum masuk Katolik, serta doa rosario. Hasilnya ternyata saya lulus. Setelahnya saya bersyukur dan sorenya saya langsung ke gereja untuk mengikuti misa.
Saat berikutnya adalah saat-saat dimana saya merintis kehidupan baru saya, pengalaman baru yang saya dapatkan di tahun ini. Saya memang suka memotret makanan sejak tahun 2014 yang lalu, serta melakukan review di beberapa situs kuliner, namun belum terlalu serius. Untuk pertama kalinya saat itu, tepat setelah mengikuti TO AIPKI, saya mengikuti sebuah undangan untuk para foodies, atau yang biasa disebut dengan "invitation". Saya menyaksikan dan mengalami hal-hal yang belum pernah dilakukan oleh saya sebelumnya. Berkenalan dengan foodies lain, mengobrol seputar kuliner dan hal lainnya, memotret makanan dengan kamera pocket saya dari berbagai sudut pandang dan tidak lagi dikejar-kejar yang lain karena ingin buru-buru makan, belajar bagaimana menata makanan agar tampil cantik di foto, dan sebagainya. Sangat menyenangkan, melebihi "makan gratis" yang ditawarkan oleh invitation itu sendiri. Invitation-invitation lain saya ikuti saat itu, mulai yang diundang oleh aplikasi, yang diundang oleh restoran, bahkan ada juga yang meminta endorse. Meski beberapa kali saya kerap menolak invitation karena waktunya tidak pas dengan jadwal saya yang lain ataupun terlalu jauh dari tempat saya, saya menganggap ini semua sebagai kesenangan baru saya. Pun akhirnya akun Instagram saya diganti agar lebih sesuai dengan tema makanan, dan juga membuat blog baru mengenai review lebih mendalam tentang makanan, serta aktif di situs-situs kuliner sampai saat ini. Ini merupakan salah satu pencapaian yang saya berhasil raih di tahun ini: sebuah pengalaman baru, menjadi seorang reviewer kuliner.
Pun ada hal baru satu lagi yang saya coba: memperoleh uang dari pekerjaan. Semua berawal dari broadcast messages di grup LINE angkatan, dimana setelah lulus, ditawarkan bermacam pekerjaan mulai dari menjadi asisten penelitian, asisten dosen, jaga klinik, dan masih banyak lagi. Diantara pesan-pesan tersebut, ada satu yang menarik perhatian saya: asisten penelitian untuk pusat bahasa di kampus saya, namun tentunya bukan Fakultas Kedokteran (FK). Meski saat itu saya masih berstatus "sedang belajar untuk UKMPPD", saya belajar sembari mengerjakan pekerjaan tersebut, dan saya menyukainya, karena memang aslinya saya berminat di bidang bahasa. Hasilnya lumayan. Sampai saat ini pun, saya masih menjadi asisten di pusat bahasa tersebut. Selain itu, saya juga melamar untuk sebuah situs berita kedokteran yang saya dapatkan alamatnya dari JobStreet, juga diterima sebagai penulis freelance. Dan yang terakhir, saya ditawari oleh teman saya lowongan untuk membantu disertasi S3 salah satu dosen saya di FK yang memiliki spesialis gizi klinik. Karena saya tertarik dengan kuliner, maka saya menyenangi pekerjaan ini dan juga terinspirasi untuk masuk spesialisasi gizi klinik. Juga, membantu penelitian seorang dokter spesialis kedokteran jiwa, bidang yang menjadi alasan saya bertahan di FK ini.
Fase berikutnya juga patut disyukuri. Bulan Agustus, tepatnya 20 dan 26 Agustus, saya mengikuti UKMPPD teori dan praktek. Saya lulus dalam kedua ujian tersebut, dan itu artinya saya dapat disumpah dokter bulan Oktober. Meski awalnya tak terlalu ingin jadi dokter, namun saya bangga juga telah menamatkan kuliah ini. Acara menuju sumpah dokter cukup banyak, ada rekoleksi, ada pemotretan untuk buku sumpah, dan lain sebagainya. Dan pada fase ini sesungguhnya ada peristiwa yang cukup "roller coaster", hanya saja saya memilih untuk tak menceritakannya. Intinya, saat ini saya mensyukuri apa yang ada pada saya saat ini, dan mencoba melupakan peristiwa buruk di masa lalu serta hanya mengingat kenangan manis yang tercipta saja.
September tiba, dan akhirnya tibalah hari ulang tahun saya. Ulang tahun saya sesungguhnya juga terdapat peristiwa yang menyedihkan, namun saya memilih untuk melupakannya. Pada bulan-bulan "liburan" yang dimulai dari setelah 26 Agustus (hingga saat ini juga masih), ritme kehidupan saya berubah. Seminggu sekali atau dua kali, saya ke daerah Semanggi untuk membantu pusat bahasa. Pemandangan gedung pencakar langit Jakarta yang selalu saya kagum melihatnya kini bukan lagi hal langka. Ke kampus saya sesekali untuk membantu penelitian. Ke restoran sesekali dalam seminggu untuk invitation. Dan cukup sering pula, saya hanya menghabiskan waktu seharian di rumah, yang selain saya gunakan untuk bekerja sebagai asisten penelitian maupun artikel, juga saya gunakan untuk hal-hal lain, mulai dari membuat kue, menulis review di blog maupun situs kuliner, sampai membaca webtoon dan menonton video di Youtube.
4 November adalah salah satu hari tak terlupakan lain dalam hidup saya. Bertepatan dengan hari ulang tahun ayah saya, pada hari itu saya menonton sebuah konser musikal live orchestra La La Land. Jujur ini adalah pertama kalinya saya menonton sebuah konser dengan membayar, dimana saya pernah menonton beberapa konser tapi itu gratis karena saya dulunya adalah reporter sebuah situs jurnalistik di bidang hal-hal terkait Jepang. Konser ini juga konser pertama saya yang tak terkait Jepang, dan konser orkestra pertama saya. Saya adalah pecinta orkestra, dan bahkan pernah menulis dua novel tentang bidang ini. Rasanya sungguh tak bisa diungkapkan, La La Land adalah film terbaik dalam hidup saya sampai detik ini, yang menyelamatkan saya pula dari kesedihan bulan Maret yang lalu, dan menyaksikannya dalam live orchestra tentu suatu pengalaman berharga.
Di bulan Desember, ada pencapaian saya yang lain. Akhirnya, saya dibaptis secara Katolik dan menerima krisma, serta komuni pertama. Sebelumnya saya pernah menerima komuni beberapa kali, namun saya akhirnya memutuskan tak menerima lagi sampai saya dibaptis. Saya berharap semoga untuk ke depannya saya menjadi pribadi yang lebih baik lagi, yang mencintai Tuhan dengan perbuatan-perbuatan kecil yang saya lakukan.
Sampai akhirnya, tibalah tanggal 31 Desember. Resolusi utama saya yaitu menjadi dokter dan dibaptis secara Katolik telah terwujud. Ke depannya, saya melakukan resolusi semoga saya dapat menjalankan internsip di tempat dimana saya bisa terus berkarier sebagai foodies, dan dapat liburan juga bila sempat. Serta saya juga ingin membuka usaha saya sendiri, dan untuk saya serta keluarga saya menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Amin.
Awal 2017 dimulai dengan siklus-siklus terakhir saya koas, yaitu IKM senior dan Anestesi. Di IKM senior, saya pertama kalinya mengalami bagaimana masuk ke kehidupan orang yang keadaan ekonominya tak terlalu baik di Jakarta. Membayangkan untuk masuk ke rumahnya saja harus melewati jalan yang hanya dapat dilalui satu motor atau berjalan kaki, lalu rumah kontrakannya yang tak sampai seluas kamar saya tapi ditempati belasan orang, penerangan minim di siang hari, pendapatan di bawah UMR. Hal ini membuat saya lebih bersyukur akan apa yang ada. Sedangkan Anestesi merupakan siklus terakhir saya di Sukabumi, dimana saya tak pernah lagi ke Sukabumi setelah itu. Karenanya, meski siklus ini sibuk, saat hari-hari agak lengang saya memutuskan untuk menikmati Sukabumi, kota kecil di pegunungan yang lebih santai auranya dari Jakarta. Berjalan kaki di trotoar Sukabumi, menuju beberapa tempat yang belum pernah saya kunjungi, ataupun yang sudah pernah tapi belum tentu saya kunjungi lagi.
Masuk ke fase berikutnya, liburan selama sebulan menunggu yudisium. Hal paling memorable di sini adalah saya pergi ke Singapura, dan melihat-lihat sisi lain dari Singapura yang belum pernah saya lihat. Bahwa ternyata Singapura tidak seglamor dan semetropolitan kelihatannya. Awalnya adalah sebuah ketidaksengajaan, dimana saya mau melihat-lihat sebuah pameran tak jauh dari Marina Bay, namun saat naik bus, saya ketiduran, dan orang tua saya yang pergi bersama saya juga ingin keliling-keliling dengan kartu khusus turis di Singapura. Tapi saya jadi melihat jalanan-jalanan yang lebih kecil, yang bukan tempat wisata, yang kawasan perumahan, juga apartemen yang tidak mewah yang lebih mirip rumah susun. Hal ini juga saya lihat saat naik MRT melewati Singapura bagian utara, dimana di Singapura ternyata masih banyak hutan, masih ada daerah yang agak kumuhnya walau dari jendela MRT tidak kumuh-kumuh amat.
Setelah itu, adalah fase yang paling menyedihkan untuk saya di tahun ini. Saya memang berencana untuk masuk Katolik sejak 2014 lalu, namun baru ada kesempatan belajar setelah selesai koas, yaitu di tahun 2017 ini. Namun, orangtua saya menuduh yang macam-macam mengenai alasan kenapa saya masuk Katolik. Perdebatan demi perdebatan dilakukan di fase ini walau saya tetap berusaha untuk hadir di setiap pertemuan katekumen (pembelajaran masuk Katolik).
Lanjut ke fase selanjutnya, adalah fase yang sempat membuat saya mengalami kesedihan sementara waktu. Pengumuman hasil yudisium selama koas, dimana ada beberapa stase yang dinyatakan her. Jumlah yang her memang lebih banyak dibanding jumlah yang langsung lulus, namun tetap saja ada kesedihan yang terjadi. Namun ternyata di balik itu semua mungkin ada faedahnya. Saya jadi merasakan lagi bertemu dengan beberapa adik kelas yang dulu sudah pernah dengan saya di siklus lain, dan bahkan ada siklus dimana saya merasa lebih di-notice oleh teman-teman sesiklus saya, secara positif, dibandingkan siklus-siklus lainnya di koas reguler sebelumnya. Peraturan koas yang baru juga membuat saya mengalami berbagai hal yang mungkin belum atau tidak ada saat saya koas reguler dulu, seperti melakukan screening demensia, ataupun bagaimana rasanya menumpang jaga malam di bangsal-bangsal lain karena koas regulernya diusir dari ICU. Pun, ilmu-ilmu ini sedikit banyak akan berguna saat saya UKMPPD.
Selanjutnya adalah salah satu saat paling membahagiakan dalam tahun ini. Saya tidak akan pernah melupakan tanggal 11 Juli 2017, dimana saya sudah tak terlalu banyak berharap akan kelulusan saya dikarenakan saat her terakhir saya merasa kurang maksimal, namun saya tetap mencoba berdoa dan melakukan novena saat itu meski belum masuk Katolik, serta doa rosario. Hasilnya ternyata saya lulus. Setelahnya saya bersyukur dan sorenya saya langsung ke gereja untuk mengikuti misa.
Saat berikutnya adalah saat-saat dimana saya merintis kehidupan baru saya, pengalaman baru yang saya dapatkan di tahun ini. Saya memang suka memotret makanan sejak tahun 2014 yang lalu, serta melakukan review di beberapa situs kuliner, namun belum terlalu serius. Untuk pertama kalinya saat itu, tepat setelah mengikuti TO AIPKI, saya mengikuti sebuah undangan untuk para foodies, atau yang biasa disebut dengan "invitation". Saya menyaksikan dan mengalami hal-hal yang belum pernah dilakukan oleh saya sebelumnya. Berkenalan dengan foodies lain, mengobrol seputar kuliner dan hal lainnya, memotret makanan dengan kamera pocket saya dari berbagai sudut pandang dan tidak lagi dikejar-kejar yang lain karena ingin buru-buru makan, belajar bagaimana menata makanan agar tampil cantik di foto, dan sebagainya. Sangat menyenangkan, melebihi "makan gratis" yang ditawarkan oleh invitation itu sendiri. Invitation-invitation lain saya ikuti saat itu, mulai yang diundang oleh aplikasi, yang diundang oleh restoran, bahkan ada juga yang meminta endorse. Meski beberapa kali saya kerap menolak invitation karena waktunya tidak pas dengan jadwal saya yang lain ataupun terlalu jauh dari tempat saya, saya menganggap ini semua sebagai kesenangan baru saya. Pun akhirnya akun Instagram saya diganti agar lebih sesuai dengan tema makanan, dan juga membuat blog baru mengenai review lebih mendalam tentang makanan, serta aktif di situs-situs kuliner sampai saat ini. Ini merupakan salah satu pencapaian yang saya berhasil raih di tahun ini: sebuah pengalaman baru, menjadi seorang reviewer kuliner.
Pun ada hal baru satu lagi yang saya coba: memperoleh uang dari pekerjaan. Semua berawal dari broadcast messages di grup LINE angkatan, dimana setelah lulus, ditawarkan bermacam pekerjaan mulai dari menjadi asisten penelitian, asisten dosen, jaga klinik, dan masih banyak lagi. Diantara pesan-pesan tersebut, ada satu yang menarik perhatian saya: asisten penelitian untuk pusat bahasa di kampus saya, namun tentunya bukan Fakultas Kedokteran (FK). Meski saat itu saya masih berstatus "sedang belajar untuk UKMPPD", saya belajar sembari mengerjakan pekerjaan tersebut, dan saya menyukainya, karena memang aslinya saya berminat di bidang bahasa. Hasilnya lumayan. Sampai saat ini pun, saya masih menjadi asisten di pusat bahasa tersebut. Selain itu, saya juga melamar untuk sebuah situs berita kedokteran yang saya dapatkan alamatnya dari JobStreet, juga diterima sebagai penulis freelance. Dan yang terakhir, saya ditawari oleh teman saya lowongan untuk membantu disertasi S3 salah satu dosen saya di FK yang memiliki spesialis gizi klinik. Karena saya tertarik dengan kuliner, maka saya menyenangi pekerjaan ini dan juga terinspirasi untuk masuk spesialisasi gizi klinik. Juga, membantu penelitian seorang dokter spesialis kedokteran jiwa, bidang yang menjadi alasan saya bertahan di FK ini.
Fase berikutnya juga patut disyukuri. Bulan Agustus, tepatnya 20 dan 26 Agustus, saya mengikuti UKMPPD teori dan praktek. Saya lulus dalam kedua ujian tersebut, dan itu artinya saya dapat disumpah dokter bulan Oktober. Meski awalnya tak terlalu ingin jadi dokter, namun saya bangga juga telah menamatkan kuliah ini. Acara menuju sumpah dokter cukup banyak, ada rekoleksi, ada pemotretan untuk buku sumpah, dan lain sebagainya. Dan pada fase ini sesungguhnya ada peristiwa yang cukup "roller coaster", hanya saja saya memilih untuk tak menceritakannya. Intinya, saat ini saya mensyukuri apa yang ada pada saya saat ini, dan mencoba melupakan peristiwa buruk di masa lalu serta hanya mengingat kenangan manis yang tercipta saja.
September tiba, dan akhirnya tibalah hari ulang tahun saya. Ulang tahun saya sesungguhnya juga terdapat peristiwa yang menyedihkan, namun saya memilih untuk melupakannya. Pada bulan-bulan "liburan" yang dimulai dari setelah 26 Agustus (hingga saat ini juga masih), ritme kehidupan saya berubah. Seminggu sekali atau dua kali, saya ke daerah Semanggi untuk membantu pusat bahasa. Pemandangan gedung pencakar langit Jakarta yang selalu saya kagum melihatnya kini bukan lagi hal langka. Ke kampus saya sesekali untuk membantu penelitian. Ke restoran sesekali dalam seminggu untuk invitation. Dan cukup sering pula, saya hanya menghabiskan waktu seharian di rumah, yang selain saya gunakan untuk bekerja sebagai asisten penelitian maupun artikel, juga saya gunakan untuk hal-hal lain, mulai dari membuat kue, menulis review di blog maupun situs kuliner, sampai membaca webtoon dan menonton video di Youtube.
4 November adalah salah satu hari tak terlupakan lain dalam hidup saya. Bertepatan dengan hari ulang tahun ayah saya, pada hari itu saya menonton sebuah konser musikal live orchestra La La Land. Jujur ini adalah pertama kalinya saya menonton sebuah konser dengan membayar, dimana saya pernah menonton beberapa konser tapi itu gratis karena saya dulunya adalah reporter sebuah situs jurnalistik di bidang hal-hal terkait Jepang. Konser ini juga konser pertama saya yang tak terkait Jepang, dan konser orkestra pertama saya. Saya adalah pecinta orkestra, dan bahkan pernah menulis dua novel tentang bidang ini. Rasanya sungguh tak bisa diungkapkan, La La Land adalah film terbaik dalam hidup saya sampai detik ini, yang menyelamatkan saya pula dari kesedihan bulan Maret yang lalu, dan menyaksikannya dalam live orchestra tentu suatu pengalaman berharga.
Di bulan Desember, ada pencapaian saya yang lain. Akhirnya, saya dibaptis secara Katolik dan menerima krisma, serta komuni pertama. Sebelumnya saya pernah menerima komuni beberapa kali, namun saya akhirnya memutuskan tak menerima lagi sampai saya dibaptis. Saya berharap semoga untuk ke depannya saya menjadi pribadi yang lebih baik lagi, yang mencintai Tuhan dengan perbuatan-perbuatan kecil yang saya lakukan.
Sampai akhirnya, tibalah tanggal 31 Desember. Resolusi utama saya yaitu menjadi dokter dan dibaptis secara Katolik telah terwujud. Ke depannya, saya melakukan resolusi semoga saya dapat menjalankan internsip di tempat dimana saya bisa terus berkarier sebagai foodies, dan dapat liburan juga bila sempat. Serta saya juga ingin membuka usaha saya sendiri, dan untuk saya serta keluarga saya menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Amin.
Komentar