Langsung ke konten utama

Tur Korea (2): Pohon, Pohon, dan Pohon

Pagi hari tiba. Saya, yang tidur paling jauh dari telepon dibandingkan yang lain di kamar itu, dibangunkan oleh suara telepon. Ternyata dari tour guide kami, yang berkata agar kami berkumpul secepatnya. Saya pun cepat-cepat mandi, lalu membangunkan keluarga saya yang lain.
Sementara yang lain mandi, saya menuju ke restoran untuk sarapan. Ternyata, sarapan yang ada sangat minimalis. Roti, ham, bacon, telur mata sapi, dan susu. Saya mengambil semuanya masing-masing satu dan sarapan di restoran yang lebih mirip kafe yang sangat nyaman itu.

Setelah semua peserta siap, kami berangkat. Perjalanan hari itu menuju Nami Island yang terletak cukup jauh dari Kota Seoul. Setelah menjelaskan singkat mengenai Nami Island, guide lokal kami memutarkan MV-MV berbagai macam lagu dari artis-artis KPop, mulai dari Psy, Miss A, Apink, JYJ, dan lain-lain saya lupa, karena saya terlalu sibuk melihat-lihat jalanan, mencari dimana Petite France berada, berhubung perjalanan ke Nami Island dari Seoul seharusnya melewati Petite France.
Kami akhirnya sampai di tempat parkir menuju Nami Island. Di tempat parkir ini, terdapat peta dari Nami Island dan juga tiket perahu. Setelah membeli tiket, kami masuk ke gerbang dan menuju perahu yang membawa pergi kami menuju Nami Island. Perahu ini memiliki 2 lantai, dek di bagian atas dan bawah, serta ruang indoor di bagian bawah. Perjalanan menuju Nami Island sangat menyenangkan walaupun sebentar. Kami disuguhi pemandangan indah.

Pemandangan dari bus menuju Nami Island

Pemandangan dari kapal Nami Island (saat perjalanan pulang)

Sampai di Nami Island, pemandangan tak kalah indah. Deretan pohon di kiri dan kanan jalan sejauh mata memandang, sejajar dan linier. Kabarnya, pulau ini menawarkan empat keindahan berbeda di empat musim. Musim panas, dimana pohon-pohon berdaun hijau, pun indah dipandang,walau pohon berdaun hijau merupakan hal biasa di Indonesia.
Pemandangan di bagian depan Nami Island berupa pohon-pohon dihiasi lentera, yang mungkin akan lebih indah di malam hari. Di salah satu sisi kanan jalan, pohon-pohon berdaun merah, kuning, dan hijau tegak berdiri, membuat saya bisa membayangkan betapa indahnya pohon-pohon di sini di musim gugur.

Pohon dengan lentera

Kami sampai di pertengahan pulau. Di sisi kanan jalan, terdapat toko suvenir berbentuk rumah dengan dinding kayu. Di depan, ada pohon besar dengan papan penunjuk jalan di depannya. Di dekat kawasan itu, ada juga poster besar bergambar Winter Sonata, drama Korea yang mengambil setting di pulau ini. Di sebelah kiri poster tersebut, terdapat semacam plat-plat kayu yang ditandatangani pengunjung serta di bawah plat kayu tersebut, daun-daun kering dikumpulkan berbentuk hati.

Pemandangan Nami Island

Setelah itu, kami berkeliling Nami Island. Ada panggung besar dengan bentuk mirip atap Keong Mas lengkap dengan pondok jerami di sisi kanannya. Patung berbentuk hati. Semacam rumah lengkap dengan jembatannya. Patung-patung lainnya. Deretan pohon indah yang menghadap lautan.

Pemandangan Nami Island
Selesai puas mengambil foto-foto, kami berkumpul di gerbang. Saya baru menyadari bahwa di depan gerbang Nami Island ini ada sepasang patung boneka salju. Saya pun berfoto bersama patung tersebut sembari menunggu kapal berangkat.

Patung boneka salju

Kapal datang, dan saya mengambil tempat di dek atas. Saya mengambil foto-foto kembali. Sampai di tempat parkir, kami makan di restoran barbeque yang terletak di dekat tempat parkir. Ada daging ayam dan juga kue beras berbumbu yang bisa kita bakar di sini, dihidangkan dengan nasi dan air putih dingin. Semuanya sangat enak.

Makan!

Kenyang dengan makanan, kami kembali ke bus dan berangkat menuju Mount Seorak. Perjalanan cukup lama, sekitar 3 jam, dengan berhenti sementara di tempat peristirahatan. Mayoritas penumpang memilih tidur.
Mount Seorak merupakan pegunungan kapur yang pemandangannya tak kalah dengan Nami Island. Saat di tempat parkir, pegunungan tersebut sudah terlihat.

Mt. Sorak dari bus
Kami naik ke kawasan wisata. Di depan, ada patung maskot Mt. Seorak menyambut kami. Kami memutuskan berfoto di situ setelah pulang saja. Kemudian, setelah membeli tiket cable car, tour guide kami memberi kesempatan untuk peserta beragama Buddha beribadah di depan patung Buddha di tempat itu, dimana patung tersebut lumayan besar.


Patung Buddha di Mt. Sorak
Setelah itu, kami menuju stasiun cable car yang berada di lantai 2. Stasiun cable car ini menyediakan toko suvenir dan makanan serta minuman. Saya menghabiskan waktu menunggu cable car sambil melihat-lihat suvenir yang ada.
Beberapa menit kemudian, kami berangkat. Cable car ini ada 2 buah, dimana setiap cable car bertugas melayani penumpang yang akan naik ke stasiun atas dan turun ke stasiun bawah bergantian. Saya mendapat tempat strategis dekat jendela, dan mulai memotret. Cable car bergerak naik, dengan pemandangan gunung dan sungai yang sangat indah di bawah.

Cable car

Pemandangan dari cable car
Kami akhirnya sampai di stasiun atas yang terdiri atas 3 lantai. Di sini, pemandangannya benar-benar indah. Stasiun ini juga menyediakan toko minuman dan makanan. Selain itu, kita bisa melihat pemandangan dengan teropong berbayar seperti di Monas, pergi ke kuil yang aksesnya harus menuruni beberapa tangga berbatu, demikian juga jika ke toilet kita harus menuruni tangga itu. Selain itu, kita juga dapat mendaki ke tempat yang lebih tinggi yang dapat ditempuh minimal 30 menit berjalan kaki. Awalnya saya ingin ikut menyusuri ke tempat yang lebih tinggi tersebut, namun kondisi jalannya makin lama makin berbatu. Saya pun akhirnya tak jadi, dan memilih menunggu di stasiun atas.

Pemandangan dari stasiun atas
Puas melihat pemandangan, kami pun menaiki cable car untuk turun ke stasiun bawah. Kemudian, kami kembali ke tempat parkir, menuju ke bus kami dengan membawa oleh-oleh segudang foto pemandangan indah.
Bus kami bergerak menuju sebuah restoran. Restoran itu hanya dilengkapi meja rendah dan beberapa bantal untuk lesehan, dengan lantai bambu. Sebelum masuk restoran, kita harus melepas sepatu. Kesan tradisional sangat terasa.
Menu utama restoran itu adalah ikan bakar. Selain itu, ada juga menu lainnya yang tak kalah enak, seperti ubi manis dan rumput laut. Seperti biasa, kimchi menjadi "sambal" pelengkap makanan selama di Korea Selatan.
Perut kenyang, hati senang. Kami menuju ke hotel. Ini hotel yang saya paling ingat sampai sekarang. Nama hotel itu Class 300. Kamarnya sangat luas dan sangat bagus, seperti kamar contoh yang ada di kantor pemasaran apartemen-apartemen mewah yang beberapa kali saya pernah kunjungi. Karena kamar saya ada 3 orang, jadi kamar saya sangat besar lengkap dengan ruang tamu dengan televisi yang besar. Dari jendela, kita bisa melihat pemandangan yang cukup indah. Singkatnya, hotel terbagus yang pernah saya inapi.
Sayang, saya tak sempat memotret kamar hotel ini dan tak ada foto mewakili.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Shii

Setelah melihat blog ini dari awal sampai akhir saya baru menyadari bahwa belum ada entri yang menampilkan tentang profil saya kecuali yang ada di bagian profil. (Buset telat amat nyadarnya!!!) Karenanya saya akan menuliskan entri ini, yah walaupun amat sangat super duper hyper telat sekali banget (ada kata-kata lain yang lebih lebay?) saya akan memperkenalkan secara singkat, siapa sih Shii itu? Shii (atau yang di dunia nyata lebih dikenal dengan sebutan *****-nama disensor-) adalah manusia yang merasa dirinya alien atau sekurang-kurangnya, anak indigo, lah... *untuk yang terakhir ini saya sendiri tidak tahu pasti kebenarannya, jangan-jangan benar anak indigo?* Jika kalian melihat ada seseorang yang dianggap aneh atau merasa dirinya aneh di sekitar kalian, kemungkinan itu adalah Shii. Nama Shii diambil dari nama aslinya yaitu *******. Shii baginya dianggap nama yang simpel namun punya banyak arti. Nama Shii itu sendiri tercetus tidak sengaja ketika sedang melamun di kamarnya pada suatu

Tes Masuk Atmajaya (1)

Daripada freak dengan bilang "saya ikut tes masuk universitas berinisial A" yang sok-sokan disensor, mending saya langsung beberkan saja nama universitasnya, ya... Jadi, pada tanggal 21 November yang lalu, dengan merelakan batalnya photo session dan tidak hadirnya saya ke UNJ (dimana semua forum yang saya ikuti mengadakan gath disana) juga kerja kelompok sekolah, saya mengikuti tes masuk universitas yang punya 2 tempat (satu di sebelah Plaza Semanggi dan satunya lagi di seberang Emporium Pluit) selain di Jogjakarta ini. Karena dalam pikiran saya sudah penuh dengan kata-kata seperti "Kalo ga lulus tes ini, kamu ga bisa ikut bonenkai di RRI tanggal 12 Desember karena harus ikut tes FKG Trisakti" maka saya memutuskan agar meluluskan tes ini. Lagipula, saya sudah punya tekad, kalau saya diterima di suatu universitas, saya akan menjadi anggota klub jejepangan di sana dan menjadi panitia J-event. Dulu Atmajaya pernah mengadakan J-event, jadi tugas saya adalah menghidupkan

Junjou Romantica (Season 1 dan 2)

Sepertinya sudah lumayan lama saya tidak me-review anime, dan sekarang saya kembali akan me-review sebuah anime, kali ini dari genre yaoi/boy's love (BL). Anime ini memang sudah lama (sekitar 2-3 tahun lalu), tapi saya baru menontonnya akhir-akhir ini karena baru sempat mendownload, dan juga saya baru mengenal yaoi sejak pertengahan 2008. Walau temanya yaoi, tapi menurut saya tak ditampilkan terlalu eksplisit seperti halnya anime yaoi pada umumnya. Jadi, yah... cocok untuk segala kalangan, asalkan tidak keberatan dengan tema BL, tentu saja. Cerita dari anime ini berpusat pada 3 pasangan utama yang saling berkaitan satu sama lain, yakni: 1. Junjou Romantica: Misaki Takahashi (mahasiswa tingkat pertama universitas Mitsuhashi jurusan ekonomi) dan Usami Akihiko (penulis novel yang terkenal, memenangkan penghargaan, namun sangat disayangkan (?) beberapa karya novelnya bertemakan BL). Misaki mendapatkan nilai yang jelek saat persiapan tes masuk Universitas Mitsuhashi, jadi Takahiro, kaka